TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapal patroli penjaga pantai Indonesia mengusir sebuah kapal penjata pantai China dari perairan Natuna Utara karena mengganggu aktivitas eksplorasi minyak dan gas yang dilakukan PT Pertamina East Natuna di Laut Natuna Utara, Kamis, 24 Oktober 2024.
Pengamat menilai, manuver kapal penjaga pantai China ini memang disengaja oleh Beijing untuk menguji reaksi pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
Badan Keamanan Laut atau Bakamla RI mengatakan pada hari Senin, pihaknya telah mengawal kapal China Coast Guard 5402 (CCG 5402) yang “mengganggu survei seismik dan kegiatan pemrosesan data yang dilakukan oleh perusahaan minyak PT Pertamina East Natuna menggunakan kapal MV Geo Coral.
Menurut SeaLight, sebuah perusahaan penelitian yang memantau serangan ilegal kapal Tiongkok ke perairan negara lain, CCG 5402 tiba di Laut Natuna Utara pada 19 Oktober untuk “membebaskan” kapal Tiongkok lainnya CCG5302.
Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam pernyatan resmi menyatakan telah mengusir kapal Coast Guard China (CCG) 5402 yang beroperasi di Laut Natuna Utara.
Direktur Operasi Laut Bakamla RI Laksma Bakamla Octavianus Budi Susanto mengirim KN Pulau Dana-323 untuk melaksanakan intercept atau pencegatan setelah mendapat laporan keberadaan kapal CCG 5402.
"Pukul 07.30 WIB, KN Pulau Dana-323 melakukan kontak komunikasi namun tidak direspon oleh kapal CCG 5402, justru malah mendekati serta mengganggu MV Geo Coral yang sedang melakukan kegiatan survei," kata keterangan resmi Humas Bakamla RI pada Kamis (24/10/2024).
Baca juga: Indonesia Perlu Perkuat Pertahanan Antisipasi China yang Makin Agresif di Natuna
Kapal penjaga pantai Tiongkok sebenarnya telah beberapa kali terlihat di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Manuver kapal penjaga pantai China tersebut dilakukan hanya berselang sehari setelah Prabowo Subianto mengambil alih kursi kepresidenan Indonesia dari Joko Widodo.
China selama ini mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Cina Selatan melalui “sembilan garis putus-putus” di petanya yang memotong perairan ZEE Malaysia, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam sepanjang 200 mil laut.
Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016 mengatakan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar berdasarkan hukum internasional, sebuah keputusan yang tidak diakui oleh Beijing.
Insiden tersebut terjadi di kepulauan Natuna di Indonesia, sekitar 1.500 km dari pulau Hainan di Tiongkok. Lokasi pastinya masih belum jelas.
Kapal penjaga pantai China pada hari Senin bersikeras mengklaim bahwa wilayah tersebut adalah yurisdiksi China.
Baca juga: Tiga Kapal Perang dan Pesawat TNI AL Gelar Latihan Manuver Taktis dan Penembakan di Laut Natuna