Amerika Serikat (AS) mengutuk serangan Israel ke Kota Beit Lahiya di Gaza pada Selasa (29/10), dengan mengatakan pihaknya "sangat prihatin dengan jatuhnya korban sipil” menyusul laporan bahwa banyak anak-anak yang tewas dalam pemboman tersebut.
"Ini adalah sebuah insiden yang mengerikan dengan hasil yang juga mengerikan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Deplu) AS, Matthew Miller, kepada para wartawan.
Sedikitnya 93 orang tewas atau hilang akibat serangan tersebut, menurut petugas medis Palestina.
Washington telah menghubungi pemerintah di Tel Aviv dan "menjelaskan bahwa kami ingin mengetahui secara pasti apa yang sebenarnya terjadi,” kata Miller.
Salah satu pertanyaan yang diajukan oleh AS adalah "bagaimana Anda bisa mencapai sesuatu, yang menurut laporan, mengakibatkan puluhan anak tewas. Dan kami belum dapat jawaban dari pertanyaan itu,” menurut Miller.
Miller menegaskan kembali seruan gencatan senjata di Gaza karena Israel "telah menghancurkan kemampuan militer Hamas.”
"Sangatlah penting... bahwa Israel harus hati-hati dalam mencapai keberhasilan strategis yang lebih besar, dan bahwa (Israel) harus berpikir matang dalam menemukan cara untuk mengakhiri operasi ini dengan membawa pulang para sandera, memastikan keamanan mereka, dan tidak hanya melanjutkan konflik yang tak berujung yang terus berlanjut ini," kata Miller.
Pengacara HAM Israel mengecam keputusan pelarangan UNRWA
Seorang pengacara hak asasi manusia (HAM) Israel mengecam pemerintahnya karena telah melarang beroperasinya badan bantuan PBB untuk Palestina, UNRWA, pada hari Senin (28/10).
"Ketika Israel menolak badan PBB yang bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan para pengungsi dan anak-anak mereka, maka Israel berkewajiban untuk menyediakan itu sendiri,” kata Michael Sfard kepada Emily Gordine dari DW.
"Undang-undang di parlemen Israel kemarin, disahkan tanpa menetapkan pengganti UNRWA. Dan itu, tentu saja, akan menyebabkan bencana kemanusiaan.”
Sfard juga menuduh Jerman sebagai "aktor utama” yang memungkinkan Israel untuk menghindari konsekuensi dari tindakannya ini, secara internasional.
"Jerman mungkin adalah pendukung nomor satu, bersama dengan AS, tentu saja, dari pelanggaran-pelanggaran Israel terhadap hukum internasional,” katanya.
"Jika ada negara lain yang melakukannya, katakanlah sebuah negara di Afrika, saya yakin Jerman akan berada di urutan teratas dari negara-negara yang akan menuntut untuk memberikan tekanan kepada negara itu, untuk mundur dari pelanggaran yang menghebohkan tersebut, tidak hanya terhadap konvensi dan hukum internasional, tetapi juga terhadap hak-hak orang yang tidak bersalah,” tambah Sfard.
"Jika Jerman dan semua negara, tidak menerapkan standar yang sama terhadap Israel maka hal itu akan merusak seluruh gagasan hukum internasional.”
Norwegia desak ICJ tinjau kewajiban Israel terhadap Palestina
Norwegia mengatakan akan mengajukan resolusi ke Majelis Umum PBB yang meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk kembali menegaskan tanggung jawab Israel dalam memberikan bantuan kepada warga Palestina.
Perdana Menteri (PM) Norwegia Jonas Gahr Store mengatakan bahwa pemerintahnya "mendesak agar ICJ menyatakan kewajiban Israel untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina, yang diberikan oleh organisasi internasional, termasuk PBB, dan berbagai negara.”
Langkah ini merupakan tanggapan atas keputusan Israel pada hari Senin (28/10), yang melarang beroperasinya badan bantuan PBB untuk Palestina, UNRWA, di wilayah konflik tersebut.
"Kebijakan pemerintah Israel membuat warga Palestina semakin sulit untuk mengakses bantuan penyelamatan nyawa dan layanan dasar seperti perawatan kesehatan dan pendidikan,” tambah Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide.
kp/ha/ (AFP, Reuters, AP)