TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Penyiaran Publik Israel (KAN) merilis draf yang dikabarkan sebagai usulan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon.
"Setelah banyak pembicaraan tentang upaya mencari solusi perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hizbullah di Lebanon, rancangan perjanjian gencatan senjata di Lebanon bocor hari ini, Rabu," lapor KAN, Rabu (30/10/2024) kemarin.
Draf tersebut mencakup poin-poin berikut:
- Kedua belah pihak akan menghentikan semua permusuhan, sementara masing-masing pihak mempunyai hak untuk membela diri.
- Hanya UNIFIL dan pasukan Angkatan Darat Lebanon yang akan beroperasi di selatan Sungai Litani.
- Pemerintah Lebanon mempunyai tanggung jawab untuk mencegah mempersenjatai kembali Hizbullah, termasuk mencegah masuknya senjata dan membongkar infrastruktur Hizbullah.
- Israel akan tetap berada di Lebanon selama 60 hari, sementara Hizbullah menarik diri ke utara Garis Litani, setelah itu Israel akan mengevaluasi kemajuannya.
- Jika Israel puas dengan kemajuan perlucutan senjata, Israel dan Lebanon akan memulai pembicaraan untuk sepenuhnya menerapkan Resolusi 1701 dan menyelesaikan sengketa perbatasan.
Adapun mekanisme permohonannya, yaitu sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), akan memantau pelaksanaan resolusi tersebut untuk mengatasi pelanggaran dalam jangka waktu yang wajar, menurut laporan KAN.
Bagi pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi serta Israel mungkin akan merespons secara militer terhadap pelanggaran yang belum terselesaikan di beberapa wilayah dan akan mempertahankan hak atas penerbangan pengintaian di Lebanon.
Jadwal kunjungan utusan AS, Amos Hockstein, ke Beirut akan menentukan akhir dari usulan perjanjian gencatan senjata tersebut.
Hal ini terjadi ketika Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, meminta Amos Hockstein untuk mencapai gencatan senjata di Lebanon sebelum tanggal pemilihan presiden AS pada 5 November mendatang, sementara Hizbullah belum mengomentari kabar tersebut, seperti diberitakan Al Mayadeen.
Sejak 8 Oktober 2023, Hizbullah mendukung perlawanan Palestina, Hamas, dan terlibat pertempuran dengan Israel di perbatasan Lebanon selatan dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah bersumpah akan berhenti menyerang Israel jika Israel dan Hamas mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Selain Jalur Gaza, Israel memperluas serangannya ke Lebanon selatan sejak Senin (23/9/2024) dengan dalih menargetkan Hizbullah.
Baca juga: Pemimpin Baru Hizbullah, Naim Qassem: Gencatan Senjata dengan Israel Hanya Jika Syarat Kami Dipenuhi
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 43.163 jiwa dan 101.510 o lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (31/10/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Al Mayadeen.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel