Tentara Israel Klaim Tewaskan Dua Komandan Hizbullah di Sektor Pesisir
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Pendudukan Israel (IOF), Sabtu (2/11/2024) mengklaim bisa melenyapkan Moussa Az-Zein, komandan pasukan Hizbullah di sektor pesisir, dan Hassan Majid Dibb, komandan artileri untuk Hizbullah di daerah yang sama.
Dalam sebuah pernyataan pada hari ini, IDF menuduh Az-Zein dan Dibb bertanggung jawab atas peluncuran 400 proyektil ke arah target di Israel selama Oktober.
Baca juga: Ribuan Tentara Israel Segera Dibebastugaskan, Hizbullah Jauh dari Selesai, Roket Hantam Kota Tira
IDF juga mengatakan sedang melakukan pemboman intens di daerah Tiran di Lebanon selatan, mengklaim menargetkan situs-situs Hizbullah, mengklaim telah menyerang lebih dari 120 target yang terkait dengan Hizbullah dan juga Hamas.
Pernyataan IDF di front Lebanon ini menyusul pengumuman sebelumnya yang menyatakan juga sudah melenyapkan dua pimpinan Hamas di Jalur Gaza.
Hamas mengonfirmasi pembunuhan dua pimpinannya di Jalur Gaza.
"Pada Jumat malam, gerakan Hamas berduka atas dua pemimpinnya setelah mereka dibunuh dalam serangan Israel di Jalur Gaza," menurut apa yang diumumkan gerakan tersebut di situs webnya dikutip dari Khaberni.
Hamas menyatakan, dua pimpinan yang dimaksud adalah anggota Kantor Hubungan Nasional dan anggota komite tindak lanjut kekuatan pasukan nasional dan Islam di Jalur Gaza, Izz al-Din Kassab dan Ayman Ayesh.
Gerakan tersebut mengatakan kalau kedua pemimpin tersebut dibunuh oleh serangan Israel yang “menargetkan mobil sipil mereka di Kegubernuran Khan Yunis, Gaza Selatan.
Mobil mereka dilaporkan dibom saat keduanya, "Sedang menjalankan tugas nasional mereka untuk menindaklanjuti hubungan dengan kekuatan nasional dan Islam, untuk meringankan penderitaan warga Palestina, orang-orang yang terkepung di Jalur Gaza, akibat agresi Zionis yang sedang berlangsung dan perang pemusnahan serta kelaparan yang dilakukan oleh pemerintah pendudukan.”
"Penjahat Netanyahu, didukung oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Barat," kata pernyataan Hamas.
Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Kota-Kota di Lebanon Selatan, Agresi Darat IDF Selesai, Hizbullah Menang?
F-16 Viper Bawa Rudal Istimewa
Pelenyapan dua komandan Hizbullah sektor pesisir ini merupakan lanjutan kampanye Israel dalam membidik petinggi gerakan Lebanon tersebut.
Pada 30 Oktober 2024, Israel melalui pengumuman Angkatan Udara-nya (IAF) menyatakan pelenyapan Deputi Komandan Pasukan Radwan Hizbullah, Mustafa Ahmad Shahdi.
Pengumuman ini disertai penampakan terbaru persenjataan canggih yang dimiliki Israel.
Dalam pengumuman itu, Israel menampilkan video jet tempur F-16I Israel -yang dikenal dengan sebutan viper- dilengkapi dengan empat rudal Rampage Stand-Off.
Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Kota-Kota di Lebanon Selatan, Agresi Darat IDF Selesai, Hizbullah Menang?
Apa yang istimewa dari video tersebut adalah, Rampage adalah rudal artileri jarak jauh yang biasanya dipasang di sistem persenjataan berbasis darat.
Jika rudal Rampage ini mampu diluncurkan dalam platform jet tempur, para pengamat militer menilai hal ini sebagai terobosan baru yang menggambarkan superioritas angkatan udara Israel.
Namun, masih belum jelas apakah rudal Rampage benar-benar digunakan dalam operasi khusus Israel ini.
"Pengembangan rudal Rampage Stand-Off dipahami sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan Angkatan Udara Israel untuk menyerang target strategis penting dari jarak jauh. Motivasi utama di balik penciptaan rudal Rampage adalah perlunya amunisi presisi yang dapat melibatkan target yang terletak pada jarak yang signifikan tanpa mengekspos pesawat ke ancaman dari sistem pertahanan udara musuh," kata ulasan situs militer BM, Kamis (31/10/2024).
Dijelaskan, pengembangan rudal Rampage dari senjata artileri untuk bisa diluncurkan dari platform lain dimulai pada awal 2010, terinspirasi dari kinerja operasional yang sukses dari roket artileri berpemandu EXTRA [Extended Range Artillery].
Dalam bangun-rancang pengembangannya, rampage difokuskan sebagai rudal yang diluncurkan dari udara.
Rampage dapat diintegrasikan ke dalam berbagai pesawat tempur, termasuk F-16.
Proses pengembangan difokuskan pada refining navigasi dan sistem kontrol, serta menggabungkan sensor penargetan canggih.
"Rampage menjalani pengujian penerbangan ekstensif yang dimulai pada pertengahan 2010, di mana ia menunjukkan akurasi yang mengesankan terhadap berbagai target, termasuk posisi yang diperkaya dan instalasi seluler," kata ulasan tersebut.
Tes juga dilakukan untuk menilai ketahanan rudal terhadap sistem pertahanan udara musuh, memastikan efisiensi maksimum dan keselamatan bagi pesawat yang menyebarkannya.
Berukuran sekitar empat meter dengan diameter dan 0,6 meter, Rampage adalah senjata yang kompak dan lincah.
Rudal dilengkapi dengan radar dan sensor penargetan optik yang memungkinkan rudal untuk secara akurat mengidentifikasi dan melibatkan targetnya. Dengan jangkauan sekitar 150 kilometer, Rampage diklasifikasikan sebagai rudal “stand-off”, memungkinkan untuk serangan dari jarak yang aman dari serangan balik musuh.
Susah Dicegat
Kemampuan amunisi artileri yang diluncurkan dari udara ini telah mengumpulkan banyak pujian di Israel.
Amit Haïmovitch, direktur pemasaran di divisi teknik Israel Aerospace Industries, berkomentar, “Rudal ini dapat dideteksi tetapi sangat sulit untuk dicegat. Seluruh tujuan dari rudal ini adalah bahwa ia dapat menyerang target pada jarak jauh."
Pernyataan ini menggarisbawahi keunggulan utama Rampage — kemampuan untuk mencapai target dari jarak yang aman, sehingga menghindari konfrontasi langsung dengan sistem pertahanan udara musuh.
Menggemakan sentimen Haïmovitch, Eli Reiter, kepala Departemen Tenaga Pemadam Kebakaran di IMI, juga memuji manfaat rudal rampage.
"Rampage menawarkan rasio biaya-keefektifan yang luar biasa, tetapi kami tidak mengungkapkan biaya rudal,” katanya.
Pernyataan ini menekankan pentingnya strategis Rampage sebagai solusi hemat biaya bagi Israel, terutama mengingat kebutuhan berkelanjutan akan teknologi yang menjamin keamanan jangka panjang.
Perang Lebanon Jadi Lokasi Uji
Komentar-komentar di atas mencerminkan pemahaman taktis yang lebih dalam tentang kemampuan rudal, sebagaimana diartikulasikan oleh Dr. Mordechai Kedar, seorang ahli senior geopolitik Timur Tengah
Dia mengatakan pada aplikasi rudal dalam skenario pertempuran taktis: “Israel akan menggunakan wilayah udara Lebanon untuk meluncurkan senjata dari platformnya, meningkatkan penggunaan sistem serangan jarak jauh.”
Pergeseran strategi ini menanggapi ancaman yang berkembang dari sistem pertahanan udara buatan Rusia macam S-300 yang tersebar di kawasan seperti di Suriah.
"Pergeseran ini juga menyoroti signifikansi Rampage dalam doktrin militer Israel yang berkembang," kata dia.
Rencana Pasukan Radwan Rebut Galilea
Seperti diberitakan, pada 30 Oktober 2024, Angkatan Udara Israel menerbitkan gambar F-16 yang dipersenjatai dengan empat rudal Rampage.
Penerbitan gambar itu beriring pernyataan:
“Deputi Komandan Pasukan Radwan Hizbullah, Mustafa Ahmad Shahdi. Shahdi memajukan banyak serangan terhadap Israel dan mengawasi serangan terhadap tentara IDF di Lebanon selatan," kata Israel Air Forces (IAF).
Shahdi, kata IAF, juga bertanggung jawab atas operasi Pasukan Radwan selama pertempuran di Suriah pada 2012-2017.
"Menghilangkan Shahdi adalah bagian dari upaya untuk menurunkan kemampuan Pasukan Radwan Hizbullah untuk mengarahkan dan melakukan kegiatan permusuhan melawan pasukan IDF dan masyarakat di perbatasan utara, khususnya rencana ‘Menaklukkan Galilea’," klaim IAF.
Pernyataan itu tidak secara eksplisit menyatakan bahwa F-16I yang dipersenjatai dengan rudal Rampage terlibat dalam serangan terhadap Shahdi, yang dilaporkan menjadi sasaran di dekat kota Nabatieh di Lebanon selatan, sekitar 20 mil utara perbatasan Israel.
"Ini menimbulkan pertanyaan tentang penggunaan amunisi canggih terhadap target yang relatif dekat, mengingat bahwa pesawat Israel secara rutin beroperasi di daerah itu," kata ulasan BM.