TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin menyarankan agar permusuhan di Timur Tengah harus diakhiri.
Putin menyampaikan pernyataan itu sewaktu dia menghadiri sesi pleno pertemuan tahunan Klub Diskusi Internasional Valdai.
Dikutip dari TASS, demikian isi pidatonya:
"Saya telah berulang kali mengatakan bahwa semua tindakan harus proporsional,"
"Proporsional dengan ancaman dan apa yang terjadi di pihak lain. Kami tentu mengutuk semua bentuk terorisme,"
"Serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 adalah tindakan terorisme. Namun, responsnya harus proporsional,"
"Anda tahu, pada titik ini, tujuannya adalah untuk meminimalkan dan mengakhiri penderitaan rakyat Palestina," ucapnya.
"Aktivitas militer harus segera dihentikan. Segala sesuatu harus dilakukan agar Israel dan Palestina mencapai kesepakatan tentang hal itu,"
"Tujuan utama saat ini adalah mengakhiri permusuhan. Secepatnya,"
"Israel melanjutkan operasi militer meskipun tampaknya tidak ada tempat tersisa untuk melakukan operasi militer,"
"Namun, operasi militer terus berlanjut. Unit-unit bersenjata, terutama dari Hamas, terus bertempur,"
"Berapa lama semua ini bisa berlangsung? Mengenai Lebanon, saya yakin, ada kelompok tempur berkekuatan 63.000 orang di selatan,"
"Pasukan memasuki Lebanon selatan tetapi sebagian besar pasukan tetap berada di perbatasan. Kita tidak boleh membiarkan tragedi terjadi di sana juga," tungkas Presiden Rusia itu.
Baca juga: Putin Diam-diam Beri Ucapan Selamat kepada Donald Trump, Harapkan Kemajuan dalam Perang di Ukraina
Perang Rusia-Ukraina
Dikutip dari The Guardian, inilah sejumlah peristiwa yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina terbaru.
- Pemerintahan Presiden Joe Biden telah mengonfirmasi bahwa Amerika Serikat (AS) akan terus menggelontorkan bantuan ke Ukraina sebelum Donald Trump dilantik menjadi presiden pada bulan Januari 2025.
"Itu tidak akan berubah. Kami akan meningkatkan dan memberikannya ke Ukraina," kata juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre.
"Kami memahami betapa pentingnya memastikan mereka memiliki apa yang mereka butuhkan," lanjutnya.
- Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky juga menepis seruan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán untuk "gencatan senjata".
Ia menyebut seruan Orbán sebagai hal yang "berbahaya" dan "tidak bertanggung jawab".
Zelensky menuduh beberapa pemimpin Eropa, tanpa menyebutkan siapa saja, "dengan kuat" mendorong Ukraina untuk berkompromi.
"Kita butuh senjata yang cukup, bukan dukungan dalam perundingan," kata Zelensky.
Zelensky mendesak sekutu untuk memberi Ukraina lebih banyak sistem pertahanan udara dan mencabut pembatasan untuk menyerang target di dalam Rusia dengan menggunakan senjata jarak jauh Barat.
- Gedung Putih di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden berencana untuk segera memberikan bantuan keamanan senilai miliaran dolar ke Ukraina, sebelum ia meninggalkan jabatannya pada bulan Januari tahun depan.
"Pemerintah berencana untuk terus maju... untuk menempatkan Ukraina pada posisi sekuat mungkin," kata seorang pejabat senior pemerintah yang tidak mau disebutkan namanya kepada Reuters, Rabu (6/11/2024) kemarin.
Politico lah yang pertama kali melaporkan rencana Joe Biden untuk transfer tersebut.
Ketika dimintai komentar oleh Reuters, Gedung Putih tidak segera membalas.
DPR yang akan berakhir masa jabatannya dan dikendalikan Partai Republik terakhir kali menyetujui bantuan untuk Ukraina pada bulan April lalu, termasuk kewenangan bagi Joe Biden untuk mentransfer senjata senilai miliaran dolar dari saham AS.
Bila ditotal, AS telah memberikan setidaknya bantuan militer senilai $9 miliar untuk Ukraina.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)