Produsen Es Krim Ben & Jerry's Gugat Unilever Karena Merasa Dibungkam Soal Dukungan ke Palestina
TRIBUNNEWS.COM - Ben & Jerry's, produsen es krim terkenal, dilaporkan mengajukan gugatan terhadap perusahaan induknya, Unilever ke pengadilan Federal New York, Amerika Serikat (AS), Rabu (13/11/2024).
Produsen es krim ini menggugat karena merasa dibungkam Unilever dalam upaya mereka mengekspresikan dukungan terhadap perjuangan Palestina, khususnya masalah pengungsi atas agresi militer Israel di Gaza dan Tepi Barat.
Baca juga: Bahaya Besar Bagi Israel, Iran Uji Rudal Balistik Antarbenua Tipe Super Berat, Hulu Ledak 1,5 Ton
Upaya pembungkaman dari perusahaan induk tersebut, menurut dokumen gugatan, berupaya ancaman pembubaran dewan direksi serta ancaman menuntut para anggotanya ke meja hijau terkait masalah ini.
Reuters melansir, gugatan ini menjadi konflik terbaru dari ketegangan yang telah lama terjadi antara Ben & Jerry's dan perusahaan induknya, Unilever.
Perusahaan ini diakuisisi oleh Unilever pada tahun 2000 dan beroperasi sebagai anak perusahaan independen.
Belakangan, Unilever berencana akan melakukan spin-off bisnis es krim tahun depan.
Sebagai informasi, spin-off bisnis adalah strategi operasional yang dilakukan perusahaan induk untuk memisahkan sebagian bisnisnya menjadi perusahaan independen baru.
Perusahaan induk biasanya akan tetap memiliki saham kepemilikan yang besar di perusahaan baru tersebut.
Untuk kasus spin-off Unilever di bisnis es krim, pemisahan ini akan mencakup produsen es krim asal Vermont, New England, AS yang terkenal dengan produk Chubby Hubby-nya.
Reuters mengulas, spin off bisnis es krim Unilever ini mendapat sorotan dari para ahli tata kelola perusahaan dengan mengatakan kalau dewan merek tersebut, yang menjadi pusat gugatan baru, bisa menimbulkan tantangan dalam langkah bisnis tersebut.
Perpecahan pertama kali muncul antara Ben & Jerry's dan Unilever pada 2021 setelah produsen es krim tersebut mengatakan akan berhenti menjual produknya di Tepi Barat yang diduduki Israel karena tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka.
Langkah ini menyebabkan beberapa investor melepas saham Unilever.
Produsen es krim ini kemudian menggugat Unilever karena menjual bisnisnya di Israel kepada pemegang lisensinya di sana.
Penjualan lisensi memungkinkan pemasaran es krim merek tersebut di Tepi Barat dan Israel terus berlanjut.
Gugatan itu diselesaikan pada 2022.
"Dalam gugatan barunya, Ben & Jerry's mengatakan kalau Unilever telah melanggar ketentuan penyelesaian 2022 yang tetap dirahasiakan," tulis Reuters, dikutip Jumat (15/11/2024).
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Unilever diharuskan "menghormati dan mengakui tanggung jawab utama dewan independen Ben & Jerry's atas misi sosial Ben & Jerry's," menurut gugatan tersebut.
Namun, menurut gugatan tersebut, "Ben & Jerry's telah empat kali berusaha berbicara secara terbuka mendukung perdamaian dan hak asasi manusia. Unilever telah membungkam setiap upaya ini."
Reuters memberikan disclaimer kalau Unilever sudah menanggapi berita ini.
"Unilever mengatakan melalui email: "Hati kami terpaut pada semua korban peristiwa tragis di Timur Tengah. Kami menolak klaim yang dibuat oleh dewan misi sosial B&J, dan kami akan membela kasus kami dengan sangat kuat."
"Kami tidak akan berkomentar lebih lanjut tentang masalah hukum ini," tambah keterangan perusahaan multinasional tersebut.
Gugatan tersebut diajukan di pengadilan federal New York.
Pembungkaman Dukungan ke Palestina
Minor Myers, profesor di University of Connecticut School of Law, mengatakan ketegangan antara Ben & Jerry's dan Unilever akan menjadi perhatian utama dalam keputusan spin-off, terutama jika merek es krim Unilever dibeli oleh perusahaan private equity atau perusahaan pesaing.
"Situasi Ben & Jerry's akan menjadi fokus utama calon pembeli," kata Myers. "Sejauh Ben & Jerry's atau anak perusahaan ingin bebas mengatakan (apa yang mereka inginkan), hal ini dapat mempengaruhi penjualan merek es krim unggulan."
Hal tersebut akan mengakibatkan valuasi yang lebih rendah untuk merek es krim Unilever, kata Myers.
Kekhawatiran lebih sedikit jika merek es krim menjadi perusahaan publik terpisah, kata Myers.
Ben & Jerry's mengatakan dalam gugatan bahwa mereka telah mencoba menyerukan gencatan senjata, mendukung jalur aman pengungsi Palestina ke Inggris, mendukung mahasiswa yang memprotes di perguruan tinggi AS terhadap kematian warga sipil di Gaza, dan mengadvokasi penghentian bantuan militer AS ke Israel, tetapi telah diblokir oleh Unilever.
Dewan independen secara terpisah berbicara tentang sejumlah topik terkait masalah Palestina tersebut, tetapi perusahaan dibungkam, menurut gugatan tersebut.
Ben & Jerry's mengatakan bahwa Peter ter Kulve, kepala divisi es krim Unilever, mengatakan dia prihatin tentang "persepsi berkelanjutan tentang anti-Semitisme" terkait merek es krim yang menyuarakan pendapatnya tentang pengungsi Gaza, menurut gugatan tersebut.
Unilever juga diharuskan berdasarkan perjanjian penyelesaian untuk melakukan pembayaran total $5 juta kepada Ben & Jerry's agar merek tersebut dapat memberikan donasi kepada kelompok hak asasi manusia pilihannya, menurut gugatan tersebut.
Ben & Jerry's kemudian memilih 'Jewish Voice for Peace' yang berhaluan kiri dan 'San Francisco Bay Area Chapter of the Council on American-Islamic Relations', di antara yang lainnya, menurut berkas tersebut.
Unilever pada Agustus menolak pilihan tersebut, dengan mengatakan bahwa Jewish Voice for Peace "terlalu kritis terhadap pemerintah Israel," menurut gugatan tersebut.
Ben & Jerry's telah memposisikan diri sebagai perusahaan yang memiliki kesadaran sosial sejak Ben Cohen dan Jerry Greenfield mendirikan perusahaan di sebuah SPBU yang direnovasi pada tahun 1978.
Mereka mempertahankan misi tersebut setelah Unilever mengakuisisinya pada tahun 2000.
Produk Unilever yang beragam mencakup sabun Dove, mayones Hellmann's, kubus kaldu Knorr, deterjen Surf, dan petroleum jelly Vaseline.
(oln/reuters/aja/*)