Awalnya Mau Balas Dendam, Pasukan Cadangan Israel Kini Makin Ogah Turun ke Medan Perang
TRIBUNNEWS.COM - Laporan media Israel berbahasa Ibrani, Haaretz mengulas seputar kekuatan personel militer Israel yang menurun drastis seiring berlanjut dan meluasnya perang di berbagai front.
Sejauh ini, Israel mengandalkan personel dari warga sipil untuk masuk ke pasukan cadangan (reserve division) dalam kerangka wajib militer untuk memenuhi kebutuhan tentara di medan perang.
Pasukan cadangan ini menjadi ujung tombak Tentara Israel (IDF) dalam agresi yang dilakukan di Jalur Gaza maupun di Lebanon Selatan.
Baca juga: Al Qassam Lumpuhkan Komandan Brigde Kfir Israel di Gaza Utara, Pakar: Secara Militer, Ini Keajaiban
Haaretz mengabarkan, awalnya, setelah serangan Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan oleh milisi perlawanan Palestina, Hamas di permukiman sekitar Gaza pada 7 Oktober 2023, banyak warga Israel yang mendaftar menjadi pasukan cadangan di tentara Israel sebagai aksi balas dendam.
"Ketika perang terus berlanjut dan di tengah banyaknya kerugian manusia dan ekonomi, perilaku menolak untuk mengabdi semakin meningkat di kalangan prajurit cadangan," kata laporan media tersebut dikutip Khaberni, Rabu (20/11/2024).
Haaretz mengungkapkan kalau sepertiga dari korban perang di kalangan tentara Israel adalah anggota pasukan cadangan.
Meningkatnya angka desersi pasukan cadangan ini juga merujuk pada naiknya keraguan mengenai motif untuk melanjutkan perang.
"Terutama soal kelelahan ekstrem yang dialami prajurit cadangan setelah bertempur dalam waktu yang lama di perang jangka panjang. Banyak dari mereka yang mengabdi (memenuhi panggilan wajib militer) selama perang berlangsung,. Hal ini menyebabkan mereka harus jauh dari keluarga selama berbulan-bulan, dan beberapa dari mereka kehilangan pekerjaan atau harus berhenti belajar," kata lapora tersebut mengulas faktor-faktor penyebab tingginya angka desersi militer di pasukan cadangan IDF .
Menurut surat kabar Haaretz, sepertiga tentara cadangan Israel bertugas lebih dari 150 hari, dan setengah dari mereka bertugas lebih dari 100 hari, selama 13 bulan perang.
"Banyak anggota cadangan merasa semakin tidak puas dengan dukungan pemerintah terhadap rancangan undang-undang yang memperbolehkan orang Yahudi ultra-Ortodoks untuk terus dibebaskan dari dinas militer, sehingga menambah beban bagi anggota pasukan cadangan," kata laporan tersebut.
Satu tahun setelah perang Gaza meletus, tingkat respons untuk memenuhi panggilan bertugas di pasukan cadangan menurun tajam.
"Antara 15 persen dan 25?ri semua tentara cadangan tidak hadir saat dipanggil, sedangkan tingkat respons adalah 100% pada awal perang," kata laporan tersebut.
Kurangnya respons mendorong tentara Israel, pada bulan November 2024, untuk mengurangi aktivitas militer tentara cadangan dari rata-rata 20 minggu per prajurit menjadi hanya 9 minggu, untuk mengurangi tekanan pada mereka dan memotivasi mereka agar patuh ketika dipanggil untuk bertugas.