Meskipun terdapat terobosan diplomatik, ketegangan masih tinggi.
Sehari sebelum pengumuman gencatan senjata, Israel melakukan serangan udara.
Eskalasi tersebut menewaskan setidaknya 18 orang di Lebanon.
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik masih berlanjut meskipun ada upaya untuk meredakan ketegangan.
Menunggu Pengumuman Resmi Gencatan Senjata
Hassan Fadlallah, seorang anggota parlemen Hizbullah, memperingatkan bahwa Lebanon menghadapi masa yang berbahaya dan sensitif sambil menunggu pengumuman resmi gencatan senjata.
"Kita semua berharap agar gencatan senjata ini dapat mengurangi kekerasan yang terjadi," katanya.
Perjanjian gencatan senjata di Lebanon tidak serta merta mempercepat kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza.
Konflik di Gaza tetap menjadi isu yang kompleks dan terpisah dari situasi di Lebanon.
Gencatan senjata ini lebih diarahkan untuk mengakhiri pertempuran di perbatasan antara Israel dan Lebanon.
Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, mengungkapkan bahwa tentara Lebanon akan siap mengerahkan setidaknya 5.000 tentara di Lebanon selatan saat pasukan Israel mundur.
Bou Habib juga mencatat bahwa Amerika Serikat (AS) dapat berperan dalam membangun kembali infrastruktur yang hancur akibat serangan Israel.
PBB siap dukung kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB), Antonio Guterres mengaku siap mendukung kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah.
Juru bicaranya, Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan mengungkapkan Guterres berharap perjanjian ini dapat mengakhiri kekerasan, kehancuran, dan penderitaan yang dialami rakyat (Israel dan Lebanon).
"Sekretaris Jenderal mendesak para pihak untuk sepenuhnya menghormati dan segera melaksanakan semua komitmen yang dibuat berdasarkan perjanjian ini," tambah Dujarric, dikutip dari Al Jazeera.