TRIBUNNEWS.COM - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar serentak di 37 provinsi di Indonesia, Rabu (27/11/2024).
Sejumlah media asing menyoroti pesta demokrasi ini, termasuk media Turki Anadolu Agency, media Singapura CNA, dan media Amerika Serikat Bloomberg.
Anadolu Agency
Artikel di Anadolu Agency yang bertajuk "Indonesia regional elections: What’s at stake for the new president?" menyoroti hal-hal dasar, seperti jabatan apa yang diperebutkan dalam Pilkada, kapan Pilkada digelar, dan berapa jumlah pemilih Indonesia yang berhak memberikan suaranya.
Anadolu Agency juga menyebut pemilihan ini sebagai tantangan bagi Presiden Prabowo Subianto.
"Kemenangan dalam pemilihan umum ini akan memberi pemerintahan baru 'pegangan penting' dalam politik lokal, yang dapat menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan mereka dalam melaksanakan kebijakan," tulis Anadolu Agency.
CNA
Sementara itu, CNA menyoroti hal lainnya dalam Pilkada 2024 ini.
Dengan judul artikel "Arrest of governor, voter fatigue cloud Indonesia’s Nov 27 regional elections seen as test for President Prabowo," CNA menyoroti adanya berbagai permasalahan yang membayangi Pilkada 2024.
"Bagi Presiden Prabowo Subianto, pemilihan kepala daerah dapat merugikan – atau membantu – peluang pemilihannya kembali pada tahun 2029 jika ia memutuskan untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua," tulis CNA.
"Jika seorang pemimpin (daerah) berasal dari kubu oposisi, maka ada kemungkinan besar daerah tersebut tidak akan mendukung keputusan dan program yang dibuat oleh pemerintahan Prabowo di tingkat nasional," kata Hendri Satrio, analis politik dari Universitas Paramadina Jakarta, kepada CNA.
CNA juga menuliskan bagaimana bayang-bayang mantan presiden mempengaruhi Pilkada kali ini.
"Pemilu ini akan menjadi ajang ujian bagi kemampuan Joko Widodo dalam membangun citra sebagai raja setelah ia berhasil membantu menteri pertahanannya, Prabowo, naik ke kursi kepresidenan," tulis CNA.
Baca juga: Media Asing Soroti Peran Prabowo, Megawati, dan Jokowi dalam Pilkada 2024
Bloomberg
Media Bloomberg mengulas hal unik lainnya, yaitu bagaimana pemilihan yang biasanya didominasi kaum laki-laki, menjadi tampak berbeda di pemilihan untuk wilayah Jawa Timur.
"The Woman Who May Break Through Indonesia’s Boys’ Club," bunyi judul artikel yang kolumnis Karishma Vaswani di Bloomberg.
Bloomberg menyoroti pemilihan di Jawa Timur, yang semua kandidat calon gubernurnya adalah perempuan.
Ketiga calon gubernur tersebut yaitu Luluk Nur Hamidah, Khofifah Indar Parawansa, dan Tri Rismaharini.
Bloomberg secara khusus menyoroti Khofifah Indar Parawansa, yang menurut jajak pendapat menunjukkan bahwa ia dan wakilnya, Emil Dardak, memiliki peluang terbaik untuk menang, meski bukan lahir dari "dinasi politik."
"Beberapa hal tidak berubah dengan adanya demokrasi. Politik dinasti merupakan hal yang umum di Asia Tenggara, dan keluarga-keluarga yang berkuasa masih memegang kendali kekuasaan di Indonesia," tulis Bloomberg.
"Sebaliknya, Khofifah memiliki citra publik sebagai pemimpin yang rendah hati dan keibuan. Popularitasnya berasal dari keyakinannya. Ia telah menduduki posisi penting dalam jaringan afiliasi yang merupakan bagian dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama yang moderat."
"Dengan lebih dari 45 juta anggota, NU sangat berpengaruh di daerah perkotaan dan pedesaan di negara Muslim terbesar di dunia. NU mendukung jaringan akar rumput yang terdiri dari sekolah, universitas, rumah sakit, dan kelompok pertanian."
Meskipun ada kuota yang mengharuskan partai untuk mengajukan minimal 30 persen kandidat perempuan, representasi perempuan dalam politik masih sangat kurang, menurut Bloomberg.
"Kandidat seperti Khofifah, yang telah memenangkan kepercayaan dan dukungan pemilih, adalah apa yang dibutuhkan negara yang terletak strategis ini, yang membentang di antara Samudra Pasifik dan Hindia, saat mengarungi persaingan antara AS dan Tiongkok serta lingkungan ekonomi global yang melambat."
Di bagian penutup, Bloomberg menyebut pemilih di seluruh dunia merasa bahwa mereka terus-menerus disuguhi pilihan yang sama, dan Indonesia tidak jauh berbeda.
"Sudah saatnya generasi lama keluar dari persaingan. Generasi berikutnya sudah siap."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)