TRIBUNNEWS.COM - Pesawat militer Yordania menjatuhkan paket bantuan kemanusiaan ke Gaza utara pada hari Selasa (26/11/2024), pengiriman pertama dalam lima bulan terakhir, Reuters melaporkan.
Militer Yordania mengatakan, bantuan diberikan guna membantu meringankan situasi kemanusiaan yang mengerikan di daerah tersebut.
Angkatan udara Yordania mengerahkan dua pesawat C-130 untuk kargo, yang terdiri dari hampir tujuh ton makanan dan bantuan penting lainnya.
Bantuan itu, dijatuhkan ke daerah-daerah yang diidentifikasi oleh badan-badan PBB sebagai "daerah yang paling membutuhkan," kata militer tersebut.
"Yordania mempertahankan koridor udara dan darat sebagai bagian dari upayanya untuk meningkatkan bantuan," kata seorang sumber militer kepada Reuters.
Seorang pejabat bantuan PBB mengatakan minggu lalu bahwa akses bantuan ke Gaza telah mencapai titik terendah.
Pengiriman ke wilayah utara Gaza hampir mustahil dilakukan karena ketatnya penjagaan Israel dan pertempuran yang terus berlanjut.
Yordania aktif menyalurkan bantuan untuk warga Palestina di Gaza sejak perang meletus antara Israel dan Hamas pada Oktober tahun lalu.
Tentara Yordania mengatakan, sejauh ini telah melancarkan sekitar 400 operasi "airdrop" tersebut oleh angkatan udaranya dan negara-negara sekutu.
Raja Abdullah menuduh Israel menghalangi pengiriman bantuan.
Ia meminta masyarakat internasional untuk menekan Israel agar mengizinkan aliran bantuan tanpa gangguan.
Baca juga: Israel Akui Kekurangan Pasukan di Gaza, Cari Pembenaran Blokade Bantuan Kemanusiaan yang Datang
Dilema Pengiriman Bantuan Melalui Udara
Menjatuhkan bantuan melalui udara bukan praktik yang asing di tengah perang yang terus berlanjut di Gaza.
Warga Palestina yang diblokade di Gaza kesulitan mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya.
Akhirnya, salah satu opsi untuk mengirimkan bantuan adalah dengan menjatuhkannya dari udara.
Namun, pakar menyebut, menjatuhkan makanan dari udara bukan cara yang ideal, menurut laporan SBS News pada Maret lalu.
Jens Laerke, juru bicara kantor kemanusiaan PBB OCHA, mengatakan ada banyak masalah dengan airdrop, yang lebih cocok untuk misi kecil dan spesifik.
“Bantuan yang masuk melalui cara ini adalah pilihan terakhir,” katanya.
Ia menambahkan bahwa airdrop bukanlah solusi terbaik untuk Gaza.
“Transfer melalui jalur darat memang lebih baik, lebih efisien, lebih efektif, dan lebih murah.”
Di samping itu, airdrops juga dinilai lebih mahal.
Jeremy Konyndyk, presiden Refugees International, mengatakan satu pesawat dapat mengirimkan bantuan yang setara dengan dua truk, namun biayanya 10 kali lipat, katanya kepada BBC World Service pada Maret lalu.
“Daripada membuang makanan dari udara, kita harus memberikan tekanan besar dan menggunakan pengaruh pada pemerintah Israel untuk mengizinkan bantuan masuk melalui saluran yang lebih tradisional yang benar-benar memberikan bantuan dalam skala besar," ujarnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)