Perusahaan yang kini bermarkas di Riyadh itu juga membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Turki, Akkuyu, dan jembatan ketiga yang melintasi Bosphorus. Perusahaan juga membangun terminal di Bandara Raja Khalid di Riyadh senilai USD1,5 miliar.
Potensi besar di bidang energi
“Keterlibatan perusahaan-perusahaan Turki sedang meningkat, khususnya di bidang infrastruktur dan konstruksi. Investasi ini memperkuat pasar tenaga kerja kedua negara,” kata Haşim Süngü, Presiden Dewan Bisnis Turki-Saudi, kepada DW.
Dia mengakui, hubungan dagang yang positif masih berada dalam tahap awal dan akan dikembangkan lebih lanjut, kata Süngü. Ramalannya: Kedua negara juga akan bekerja sama di bidang energi dalam waktu dekat.
"Pengalaman Arab Saudi di bidang minyak dan gas serta minatnya terhadap energi terbarukan dipadukan dengan keahlian Turki di bidang ini. Fokusnya adalah pada proyek-proyek di bidang energi surya dan angin. Dengan proyek bersama, kedua negara ingin pasokan energi dan peningkatan energi terbarukan,” kata Süngü.
Seberapa berkelanjutan?
Namun, tidak semua ahli optimis. Periode "damai dan gembira” dalam hubungan perdagangan belum tentu berlanjut di masa depan, menurut Eyüp Vural Aydın, konsultan di Pusat Nasional Privatisasi dan Kemitraan Publik-Swasta (NCP) Arab Saudi.
Turki tidak memiliki “rencana strategis” untuk mendapatkan pangsa pasar Saudi yang lebih besar. Persaingan terbesar di pasar Saudi adalah antara Amerika Serikat, Tiongkok dan Prancis, katanya dan menambahkan:
"Ya, ada peluang besar bagi Turki. Namun akan lebih baik bagi semua orang yang terlibat jika perusahaan dan otoritas Turki bekerja sama sebagai bagian dari sebuah rencana. Tiongkok, misalnya, menandatangani perjanjian investasi dengan Arab Saudi tiga bulan lalu senilai 50 miliar dolar AS. Turki juga membutuhkan langkah-langkah seperti itu."