TRIBUNNEWS.COM - Pasukan pemberontak Suriah melancarkan serangan mendadak di Aleppo.
Mereka merebut beberapa desa strategis setelah bentrokan sengit dengan pasukan pemerintah yang didukung Rusia.
Serangan ini terjadi pada Rabu (27/11/2024) dini hari dan dinamakan "Respon terhadap Agresi".
Operasi ini adalah balasan atas meningkatnya penembakan oleh pemerintah Suriah di wilayah yang dikuasai pemberontak.
Dikutip dari Middle East Eye, serangan diluncurkan dari daerah yang dikuasai oleh kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sekitar 10 kilometer di sebelah barat kota Aleppo.
Meskipun beberapa kelompok pemberontak yang berafiliasi dengan Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki bergabung dalam operasi ini, banyak pasukan masih menahan diri untuk tidak berpartisipasi.
"Kami telah merebut wilayah yang sangat strategis," kata Letnan Kolonel Hassan Abdul Ghani, seorang pemimpin pemberontak.
"Daerah-daerah ini adalah pangkalan militer Iran dan Suriah yang digunakan untuk melancarkan agresi terhadap daerah kami," bebernya.
Ghani juga menyatakan bahwa pasukan pemberontak telah menghancurkan 12 tank musuh dan berencana untuk melanjutkan operasi hingga semua pasukan yang mengancam wilayah mereka diusir.
Rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan kemajuan signifikan HTS dan sekutunya dalam merebut wilayah, termasuk Pangkalan 46 yang strategis dan kota Urem al-Kubra.
Baca juga: Operasi Militer di Idlib & Aleppo Suriah adalah Bagian dari Rencana Amerika-Israel Begini Kata Iran
Hingga saat ini, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan sedikitnya 142 pejuang dari kedua belah pihak tewas dalam 24 jam terakhir.
Sumber keamanan senior Turki menyatakan bahwa Turki berusaha mencegah serangan ini untuk menghindari ketegangan lebih lanjut, terutama mengingat konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok bersenjata di Lebanon.
Wilayah barat laut Suriah, yang menjadi target serangan pemerintah sejak dimulainya revolusi pada tahun 2011, kini dihuni oleh 5,1 juta orang.
Badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa setengah dari populasi tersebut telah mengungsi.
Pertahanan Sipil Suriah, juga dikenal sebagai White Helmets, melaporkan bahwa pasukan pemerintah telah melancarkan sekitar 900 serangan di daerah tersebut tahun ini, mengakibatkan banyak korban jiwa di kalangan warga sipil.
Wakil Kepala Pertahanan Sipil, Mounir Mustafa menyatakan bahwa "Suhu sangat rendah dan situasi keuangan menghalangi orang-orang ini yang telah kehilangan semua sumber pendapatan untuk pindah."
Serangan terbaru menargetkan lebih dari 20 desa dan kota, menyebabkan banyak warga sipil terjebak tanpa tempat berlindung.
Aleppo, yang memiliki sejarah sebagai ibu kota industri Suriah, telah menjadi medan pertempuran sengit sejak awal revolusi.
Ratusan pemberontak tewas dalam upaya menguasai kota ini, namun semua usaha tersebut gagal akibat serangan gencar dari Rusia dan Iran.
Saat ini, separuh kota telah hancur, dan jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
"Kita mampu mengubah persamaan, memulihkan tanah kita, dan mengamankan jalur yang aman untuk memfasilitasi kembalinya masyarakat terlantar ke rumah mereka," kata seorang pemimpin SNA.
Dengan perhatian yang kini tertuju pada Aleppo, perkembangan selanjutnya akan sangat menentukan masa depan wilayah ini.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)