TRIBUNNEWS.COM - Pada hari Rabu (3/12/2024), Perdana Menteri Korea Selatan bersama para pemimpin partai berkuasa dan penasihat kantor kepresidenan dijadwalkan mengadakan pertemuan darurat pada pukul 14.00 waktu setempat.
Pertemuan ini dilakukan menyusul pembatalan dekrit darurat militer jangka pendek oleh Presiden Yoon Suk Yeol, yang telah menimbulkan kekacauan di negara tersebut.
Pembatalan dekrit darurat militer tersebut memicu reaksi keras dari berbagai kalangan politik.
Partai Kekuatan Rakyat, yang merupakan partai berkuasa, mengindikasikan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk menuntut pengunduran diri seluruh Kabinet dan pemecatan Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun.
"Seruan agar presiden Korea Selatan mundur semakin meningkat seiring rencana oposisi untuk mengajukan tuduhan pengkhianatan," ungkap seorang narasumber dari Partai Demokrat, yang merupakan oposisi utama.
Pertemuan darurat yang dijadwalkan menunjukkan ketegangan politik yang meningkat di Korea Selatan, CNN melaporkan.
Dengan berbagai tuntutan pengunduran diri dan potensi pemakzulan, masa depan politik Presiden Yoon Suk Yeol berada dalam ketidakpastian.
Baca juga: Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Resmi Cabut Darurat Militer, Cuma Berlaku 5 Jam usai Ditolak Parlemen
Sementara itu, situasi di parlemen yang melibatkan militer menambah kompleksitas krisis yang sedang berlangsung.
Menurut laporan dari Kantor Berita Yonhap, partai ini juga sedang mendiskusikan kemungkinan menuntut pengunduran diri Presiden Yoon.
Partai Demokrat telah mulai meresmikan rencana untuk mengajukan dakwaan pengkhianatan terhadap Yoon, serta Menteri Pertahanan dan Menteri Dalam Negeri.
Jika Yoon tidak segera mengundurkan diri, partai ini berencana untuk memulai proses pemakzulan.
Pernyataan darurat militer yang dikeluarkan oleh Yoon sebelumnya dianggap sebagai tindakan pemberontakan oleh partai oposisi.
Situasi semakin memanas ketika hampir 300 tentara bersenjata memasuki halaman parlemen setelah pengumuman darurat militer.
Ada sekitar 230 tentara pertama kali tiba melalui helikopter, diikuti oleh 50 tentara lainnya yang melintasi tembok Majelis Nasional.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)