TRIBUNNEWS.COM - Pada Selasa (3/12/2024) malam, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, dengan alasan ancaman dari Korea Utara dan menuduh musuh politiknya merusak pemerintahan.
Namun, parlemen yang mayoritas oposisi, dengan cepat membatalkan keputusan tersebut.
Darurat militer, yang sering digunakan sebagai alat untuk mengelola keadaan darurat atau menegaskan kendali politik, bukanlah hal baru bagi Korea Selatan.
Sejak pembentukannya pada tahun 1948, rezim-rezim yang berkuasa telah memberlakukan darurat militer pada masa-masa kekacauan politik dan sosial.
Namun, sejak transisi Korea Selatan menuju demokrasi pada tahun 1987, darurat militer sebagian besar telah memudar, hingga keputusan kontroversial Presiden Yoon ini.
Mengutip Business Standard, berikut adalah sejarah penerapan darurat militer di Korea Selatan:
1. Periode Syngman Rhee (1948–1960)
Tak lama setelah Republik Korea berdiri pada tahun 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk menekan pemberontakan yang dipimpin komunis di Pulau Jeju.
Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan negara di tengah kerusuhan politik dan ancaman eksternal dari Korea Utara.
Pada tahun 1952, selama Perang Korea, darurat militer diberlakukan kembali untuk menangani kerusuhan sipil dan meningkatkan upaya militer melawan pasukan Korea Utara.
2. Kepemimpinan Park Chung-hee (1961–1979)
Setelah kudeta militer yang berhasil pada tahun 1961, Park Chung-hee mengumumkan darurat militer untuk mengonsolidasikan kekuasaan, menekan perbedaan pendapat, dan membentuk pemerintahan yang dipimpin militer.
Selama masa jabatannya, Park berulang kali menerapkan darurat militer untuk membungkam protes dan membatasi oposisi politik.
Baca juga: Partai Oposisi Korea Selatan Ajukan Mosi Memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol Buntut Darurat Militer
Khususnya, pada tahun 1972, ia menggunakan darurat militer untuk memperpanjang masa jabatannya dan membatasi kebebasan politik.
3. Pemerintahan Chun Doo-hwan (1980–1988)
Setelah pembunuhan Presiden Korea Selatan Park Chung-hee pada tahun 1979, Chun Doo-hwan mengatur kudeta, yang mendorong Perdana Menteri Choi Kyu-hah untuk mengumumkan darurat militer pada tahun 1980.
Langkah ini bertujuan untuk menekan gerakan pro-demokrasi dan kerusuhan buruh, yang berpuncak pada penindasan brutal Pemberontakan Gwangju pada Mei 1980, yang mengakibatkan banyak korban sipil.