TRIBUNNEWS.COM - Kemajuan pasukan pemberontak Suriah termasuk kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) membuat sekutu pemerintah Presiden Bashar Al-Assad kewalahan.
Selain Rusia, Iran mulai menambah bantuan militer ke Suriah untuk mendukung rezim Assad.
"Iran bermaksud mengirim rudal dan drone ke Suriah dan meningkatkan jumlah penasihat militernya di sana," kata seorang pejabat senior kepada Reuters, Jumat (6/12/2024).
Pejabat itu mengatakan mereka akan mendukung Presiden Bashar al-Assad dalam pertempurannya dengan pasukan oposisi.
“Kemungkinan besar Teheran perlu mengirim peralatan militer, rudal, dan drone ke Suriah," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa Iran mengambil langkah yang diperlukan untuk mendukung sekutunya itu.
"Teheran telah mengambil semua langkah yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah penasihat militernya di Suriah dan mengerahkan pasukan," lanjutnya.
Ia mengatakan Iran saat ini memberikan dukungan intelijen ke Suriah.
“Sekarang, Teheran memberikan dukungan intelijen dan satelit ke Suriah,” tambahnya.
Sementara itu, Hizbullah yang merupakan partai di Lebanon dan disebut sekutu Iran, dikabarkan juga mengirim pasukan ke perbatasan Suriah.
Para pejabat Iran dan Hizbullah mengatakan langkah itu sebagai upaya untuk mencegah oposisi Suriah merebut Homs, kota keempat yang menjadi target setelah merebut Aleppo, Idlib dan Hama, seperti diberitakan Al Araby.
Baca juga: Alasan Tentara Suriah Tarik Mundur Pasukan dari Hama, Oposisi Kini Kuasai Distrik Strategis di Homs
Perang Saudara di Suriah
Perang saudara di Suriah dimulai pada tahun 2011 ketika rakyat Suriah berdemonstrasi menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Bashar Al-Assad dari Partai Ba'ath selama puluhan tahun.
Bashar Al-Assad berkuasa sejak tahun 2000 setelah sebelumnya ayahnya, Hafez Al-Assad yang berkuasa selama 29 tahun, mempersiapkannya untuk menjadi presiden Suriah selanjutnya.
Rezim Hafez merevisi aturan usia calon presiden sehingga Bashar Al-Assad dapat mencalonkan diri.