TRIBUNNEWS.COM - Rusia menegaskan tidak memiliki rencana untuk mengevakuasi sekutunya, Presiden Suriah Bashar al-Assad, di tengah ancaman kudeta oleh oposisi bersenjata.
Keluarga Assad Kabur ke Luar Negeri
Dalam perkembangan terbaru, keluarga Bashar al-Assad dilaporkan telah melarikan diri ke Rusia setelah serangan mendadak oleh kelompok pemberontak yang berhasil merebut sebagian besar wilayah di Suriah utara.
Asma al-Assad, istri presiden yang berasal dari Inggris, melarikan diri bersama ketiga anak mereka, menurut laporan Wall Street Journal yang mengutip pejabat keamanan Suriah.
Kedua saudara ipar Assad juga dilaporkan telah meninggalkan Suriah dan menuju Uni Emirat Arab.
Sementara itu, keberadaan Presiden Assad sendiri masih belum jelas; beberapa saluran berita pro-Assad mengeklaim ia berada di Iran, namun kemudian membantah laporan tersebut.
Pejabat Mesir dan Yordania dilaporkan mendesak Assad untuk meninggalkan Suriah dan membentuk pemerintahan di pengasingan.
Meningkatnya Ketegangan Perang Saudara
Perang saudara di Suriah kembali memanas setelah kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan sekutunya menyerbu kota Aleppo.
Mereka berhasil menembus pertahanan militer Suriah dan mengeklaim telah merebut kota-kota penting seperti Aleppo, Idlib, dan Hama, serta bersiap untuk merebut Homs sebelum bergerak ke Damaskus.
Perang saudara ini dimulai pada 2011 ketika rakyat Suriah menuntut pengakhiran kekuasaan keluarga Assad.
Sejak saat itu, kekerasan dan konflik berkepanjangan telah melanda negara tersebut, dengan intervensi dari berbagai pihak, termasuk Iran dan Rusia, yang mendukung rezim Assad.
Baca juga: Perwira Senior Iran Dikirim ke Suriah Hadapi Oposisi di Homs
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).