TRIBUNNEWS.COM - Pemakzulan adalah isu yang seringkali mengundang perhatian publik dan media.
Baru-baru ini, Majelis Nasional Korea Selatan mengalami kegaduhan ketika terjadi upaya untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol.
Namun, proses pemakzulan ini tidak berjalan mulus dan pada akhirnya gagal.
Butuh minimal 200 suara dari total 300 suara di parlemen Korsel untuk bisa melanjutkan proses pemakzulan ke fase berikutnya. Total suara kubu oposisi mencapai 192.
Mereka harus mampu menggaet minimal delapan suara lagi dari partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat.
"Dengan total 195 suara, jumlah tersebut tak memenuhi kuota minimal dua pertiga dari total suara di parlemen. Karenanya, saya putuskan mosi (tidak percaya) ini tidak valid," kata Ketua Parlemen Korsel Woo Won-shik.
Yoon menerapkan darurat militer yang hanya bertahan beberapa jam pada Selasa (3/12/2024) lalu, setelah dibatalkan parlemen
Itu adalah darurat militer pertama yang diterapkan di Korsel selama empat dekade terakhir.
Juga yang pertama sejak Negeri Ginseng itu, lepas dari rezim militer dan menerapkan pemilihan presiden langsung kali pertama pada 1987.
Simak beberapa hal penting terkait dengan situasi ini:
1. Mengapa Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol Muncul?
Pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol mulai mencuat setelah keputusan kontroversialnya untuk menetapkan darurat militer.
Keputusan ini, meskipun hanya berlangsung selama enam jam, cukup mengejutkan para anggota majelis dan masyarakat, yang menimbulkan kegaduhan.
Upaya pemakzulan tersebut, dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Yoon dan dianggap perlu oleh partai oposisi, terutama Partai Demokrat.
2. Apa yang Terjadi Selama Proses Pemakzulan?
Setelah pengumuman pemakzulan, situasi menjadi semakin tegang.