Pemerintahannya diawali dengan harapan reformasi, tetapi segera berubah menjadi rezim otoriter yang ditandai dengan pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan terhadap oposisi.
Pada 8 Desember 2024, kelompok pemberontak berhasil menguasai Damaskus melalui serangan kilat yang mengejutkan dunia internasional.
Kelompok oposisi, yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mengumumkan bahwa kota tersebut telah "terbebas dari tiran Bashar al-Assad."
Pemberontak juga membebaskan sejumlah tahanan politik dari penjara Sednaya, yang dikenal sebagai salah satu fasilitas penahanan paling brutal di dunia.
Ribuan warga Suriah merayakan kemenangan ini dengan meneriakkan seruan kebebasan di alun-alun utama Damaskus.
Meskipun demikian, pengambilalihan ini juga disertai kekhawatiran akan stabilitas politik Suriah ke depan, terutama terkait perbedaan ideologi di antara kelompok oposisi.
Melarikan Diri
Setelah Damaskus jatuh ke tangan pemberontak, Assad dilaporkan melarikan diri menggunakan pesawat ke lokasi yang belum diketahui.
Upaya untuk melacak keberadaannya dilakukan oleh pemberontak, tetapi hingga kini tidak ada informasi pasti mengenai tempat persembunyiannya.
Kaburnya Assad menunjukkan runtuhnya kekuasaan rezim Baath yang telah mendominasi Suriah selama lima dekade.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa Assad kemungkinan mencari suaka di negara sekutu seperti Iran atau Rusia.
Kehilangannya juga memicu spekulasi tentang siapa yang akan memimpin Suriah di masa transisi, mengingat kekosongan kekuasaan dapat memicu konflik baru di negara yang sudah dilanda ketidakstabilan.
Dampak Runtuhnya Assad
Runtuhnya rezim Bashar al-Assad memiliki implikasi besar bagi kawasan Timur Tengah, yang telah lama menjadi arena konflik geopolitik.
Kejatuhannya dapat mengubah dinamika hubungan kekuatan regional, terutama antara Iran, Rusia, dan negara-negara Barat.
Di sisi lain, krisis kemanusiaan yang sudah melanda Suriah selama bertahun-tahun kemungkinan akan semakin memburuk dalam jangka pendek akibat kekosongan kekuasaan.
Organisasi internasional menyerukan bantuan kemanusiaan segera untuk mencegah keruntuhan total infrastruktur negara.
Kejatuhan ini juga menjadi pengingat bahwa rezim otoriter tidak kebal terhadap perubahan ketika rakyat bersatu untuk menuntut kebebasan dan keadilan.
(Tribunnews.com/David Adi)