Sabotase seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan Israel, negara Zionis tersebut sebelumnya pernah merebut Golan dari Suriah pada tahap akhir Perang Enam Hari tahun 1967 dan mencaploknya secara sepihak pada tahun 1981.
Meski sebagian Golan berhasil diduduki Israel, tindakan tersebut tidak diakui secara internasional.
Israel Klaim Bantu PBB Tangkis Serangan di Suriah
Untuk merespons munculnya isu negatif yang menyebut Israel telah melakukan pencaplokan wilayah di Suriah, pemerintah Netanyahu langsung buka suara.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar di media sosial X menjelaskan bahwa keberadaan angkatan bersenjata di zona penyangga Suriah bertujuan untuk menjaga pasukan penjaga perdamaian (PBB) di daerah tersebut".
Hal serupa juga dilontarkan juru bicara tentara Israel yang mengumumkan pengerahan pasukan di sana, dengan alasan “kemungkinan masuknya individu bersenjata ke zona penyangga”.
“Menyusul kejadian baru-baru ini di Suriah… IDF telah mengerahkan pasukan di zona penyangga dan di beberapa tempat lain yang diperlukan untuk pertahanannya, untuk menjamin keselamatan masyarakat di Dataran Tinggi Golan dan warga Israel,” kata sebuah pernyataan militer.
Israel Terapkan Jam Malam
Setelah mengambil alih Dataran Tinggi Golan, militer Israel langsung memberlakukan jam malam bagi penduduk lima kota Suriah.
"Jam malam akan berlaku pukul 16.00 hingga 05.00 setiap hari, mulai Minggu (8/12/2024).
Adapun peraturan itu diterapkan di 5 kota yang berada di zona penyangga demiliterisasi Dataran Tinggi Golan yang kini berada di tangan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
"Demi keamanan Anda, Anda harus tinggal di rumah dan tidak keluar sampai pemberitahuan lebih lanjut," Letnan Kolonel Avichay Adraee, juru bicara militer Israel, dilansir dari AFP.
Israel berdalih penerapan jam malam bertujuan untuk mengkonsolidasikan kendali saat pemberontak merebut Suriah.
Namun, banyak pihak menilai kebijakan ini diberlakukan demi memperkuat posisi Israel setelah jatuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad, yang menandai perubahan dramatis dalam konflik Suriah.
(Tribunnews.com / Namira Yunia)