News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Suriah

Reaksi Pemimpin Dunia terhadap Runtuhnya Rezim Bashar al-Assad Suriah

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pejuang oposisi Suriah merobek lukisan yang menggambarkan Presiden Suriah Bashar Assad dan mendiang ayahnya Hafez Assad di Bandara Internasional Aleppo di Aleppo, Suriah, 2 Desember 2024. - Setelah 13 tahun perang yang brutal, lebih dari setengah abad kekuasaan keluarga al-Assad kini telah runtuh. Simak reaksi internasional berikut ini.

"Sebagai hasil pembicaraan antara B. Assad dan sejumlah peserta konflik di wilayah Republik Arab Suriah, ia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatan presidennya dan meninggalkan negara itu, serta memberikan instruksi untuk melanjutkan transfer kekuasaan secara damai," kata kementerian tersebut.

"Rusia tidak ikut serta dalam pembicaraan ini."

Kementerian itu juga mengatakan tentara Rusia di pangkalan mereka di Suriah berada dalam siaga tinggi tetapi tidak ada ancaman langsung terhadap mereka.

Menurut perkembangan terbaru, Al-Assad dan keluarganya mendapatkan suaka politik dari Rusia.

Dikutip dari Aljazeera, Senin (9/12/2024), Al-Assad dan keluarganya sudah tiba di Moskow dengan alasan kemanusiaan.

Ketika pemberontakan dimulai pada akhir November, ada laporan bahwa Al-Assad dan keluarganya terbang ke Rusia, dan bahwa al-Assad meminta Moskow untuk membantunya secara militer.

Namun saat itu Moskow tidak membenarkan atau membantah laporan tersebut.

Menurut sumber Kremlin, oposisi telah menjamin keamanan pangkalan Rusia di Latakia dan Tartus, serta misi diplomatik Rusia di Suriah.

Dan ada juga laporan bahwa otoritas Rusia menganggap perlu untuk melanjutkan negosiasi penyelesaian di Suriah di bawah pengawasan PBB.

Turki

Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mengatakan pemerintah Suriah "telah runtuh dan kendali negara tersebut berpindah tangan".

Berbicara di Forum Doha di Qatar, Fidan mengatakan bahwa "ini tidak terjadi dalam semalam. Selama 13 tahun terakhir, negara ini telah dilanda kekacauan" sejak perang dimulai dengan penindasan al-Assad terhadap protes demokrasi pada tahun 2011.

"Organisasi teroris tidak boleh dibiarkan mengambil keuntungan dari situasi ini. Kelompok oposisi harus bersatu. Kami akan bekerja untuk stabilitas dan keamanan di Suriah," imbuhnya.

"Suriah yang baru seharusnya tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara tetangga, namun seharusnya menghilangkan ancaman-ancaman tersebut."

Uni Emirat Arab

Anwar Gargash, penasihat diplomatik presiden UEA, mengatakan aktor non-negara tidak boleh diberi kesempatan untuk mengeksploitasi kekosongan politik.

"Peristiwa yang terjadi di Suriah juga merupakan indikasi jelas kegagalan politik dan sifat destruktif dari konflik dan kekacauan," kata Gargash dalam forum keamanan Dialog Manama di ibu kota Bahrain.

Amerika Serikat

"Jatuhnya rezim adalah tindakan keadilan yang mendasar. Ini adalah momen kesempatan bersejarah bagi rakyat Suriah yang telah lama menderita untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi negara mereka yang bangga," kata Presiden AS Joe Biden.

Biden menambahkan bahwa jatuhnya al-Assad juga merupakan "momen risiko dan ketidakpastian saat kita semua beralih ke pertanyaan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya".

"Amerika Serikat akan bekerja sama dengan mitra dan pemangku kepentingan kami di Suriah untuk membantu mereka memanfaatkan peluang dalam mengelola risiko," katanya.

Sementara itu, dalam sebuah pernyataan yang diunggah di platform Truth Social miliknya, Presiden terpilih Donald Trump mengatakan al-Assad telah "melarikan diri dari negaranya" setelah kehilangan dukungan dari Rusia .

"Assad sudah pergi. Dia telah meninggalkan negaranya. Pelindungnya, Rusia, Rusia, Rusia, yang dipimpin oleh Vladimir Putin, tidak lagi tertarik untuk melindunginya.

"Tidak ada alasan bagi Rusia untuk berada di sana sejak awal. Mereka kehilangan minat di Suriah karena Ukraina, di mana hampir 600.000 tentara Rusia terluka atau tewas, dalam perang yang seharusnya tidak pernah dimulai, dan dapat berlangsung selamanya."

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini