News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Profil Yoon Suk Yeol, Presiden Korea Selatan yang Dimakzulkan, Sempat Umumkan Darurat Militer

Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan sebagai Presiden Korea Selatan, Sabtu (14/12/2024). Berikut profil Yoon Suk Yeol.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut adalah profil Yoon Suk Yeol, Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan setelah geger mengumumkan darurat militer beberapa waktu lalu.

Yoon Suk Yeol adalah Presiden Korea Selatan yang dulunya seorang pengacara.

Yoon Suk Yeol ternyata juga pernah menjabat sebagai jaksa agung.

Ia diketahui juga pernah menjabat sebagai jaksa agung.

Yoon Suk Yeol lahir pada 18 Desember 1960 di Seoul, Korea. 

Baca juga: Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

Yoon Suk Yeol merupakan anak dari pasangan profesor. 

Ayah Yoon Suk Yeol bernama Yoon Ki-Jung merupakan ekonom terkemuka di Universitas Yonsei.

Ayah Yoon Suk Yeol mendirikan Korean Statistical Society dan menjadi anggota National Academy of Sciences. 

Sementara, sang ibu adalah Choi Jeong-Ja.

Ibu Yoon Suk Yeol mengajar di Ewha Womans University sebelum meninggalkan jabatannya untuk menikah. 

Pasangan itu membesarkan Yoon Suk Yeol dan adik-adiknya di Yeonhui-dong, distrik Gangnam, tempat Yoon bersekolah di Sekolah Dasar Daegwang, Sekolah Menengah Pertama Jungnang, dan Sekolah Menengah Atas Chungam, dikutip dari Britannica.

Pendidikan

Tahun 1988 : Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Nasional Seoul

 Tahun 1983 : Sarjana Hukum, Jurusan Hukum, Universitas Nasional Seoul

Karier

Dilansir laman eng.president.go.kr, Yoon Suk Yeol menempuh pendidikan di Universitas Nasional Seoul, tempat ia meraih gelar Sarjana dan Magister Hukum. 

Yoon Suk Yeol mengawali kariernya sebagai jaksa pada 1994. 

Presiden Yoon Suk Yeol menjabat sebagai Kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul dan diangkat sebagai Jaksa Agung pada 2019.

Dengan keyakinannya tidak setia kepada siapapun kecuali kepada Konstitusi, ia adalah seorang jaksa yang hanya berpedoman pada hukum dan prinsip. 

Yoon Suk Yeol melakukan investigasi korupsi terhadap tokoh-tokoh penting pemerintahan.

Yoon terjun ke dunia politik dengan tujuan menjadikan Republik Korea sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan kreativitas, negara yang menjunjung tinggi generasi masa depan dan masyarakat yang kurang mampu, serta negara yang memenuhi tanggung jawabnya dan berbagi nilai-nilai universal dengan masyarakat internasional.

Didorong oleh aspirasi rakyat untuk pemulihan keadilan dan supremasi hukum, ia terpilih sebagai Presiden pada  Maret 2022.

Berikut rincian lengkap karier Presiden Yoon Suk Yeol :

2010-2022

Mei 2022 Presiden Republik Korea ke-20

Maret 2022 Presiden terpilih ke-20 Republik Korea

Juli 2019 Jaksa Agung, Kejaksaan Agung

Mei 2017 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul

April 2013 Kepala Jaksa, Cabang Yeoju, Kantor Kejaksaan Distrik Suwon

September 2011 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul & Kepala Divisi Investigasi Pusat 1, Kantor Kejaksaan Agung (merangkap jabatan)

2001-2009

Januari 2009 Kepala Jaksa, Departemen Investigasi Khusus, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu

Januari 2008 Dikirim ke Kejaksaan Khusus untuk menyelidiki kejahatan yang diduga dilakukan oleh calon presiden dari Partai Nasional Besar

Maret 2007 Petugas Riset Penuntutan, Kejaksaan Agung

Januari 2002 Pengacara, Bae, Kim & Lee LLC

1990-1999

Maret 1999 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Seoul

Maret 1994 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu

Februari 1994 Lulus dari Angkatan ke-23 Lembaga Penelitian dan Pelatihan Peradilan

Oktober 1991 Lulus Ujian Advokat ke-33

Baca juga: Han Duck Soo Janjikan Stabilitas Pemerintahan di Korsel Setelah Yoon Suk Yeol Dimakzulkan

Yoon Suk Yeol Dimakzulkan

Pada 14 Desember 2024, para anggota parlemen Korea Selatan mengambil langkah bersejarah dengan memutuskan untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol.

Keputusan ini muncul setelah adanya pengumuman darurat militer yang kontroversial dari Yoon pekan lalu.

Dalam pemungutan suara yang melibatkan 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, 85 menolak, dan tiga abstain, sementara delapan suara dibatalkan.

Ketua DPR Woo Wonshik dalam pembukaan rapat Majelis Nasional menekankan beban sejarah kini berada di tangan para anggota majelis.

Dia mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai tanggung jawab konstitusional mereka.

Sementara itu, Park Chandae, pemimpin Partai Demokratik Korea, menyatakan bahwa Yoon dianggap sebagai "dalang pemberontakan".

Ia menekankan pemakzulan adalah satu-satunya cara untuk melindungi konstitusi Korea Selatan.

Yoon sendiri, meskipun menghadapi kritik tajam, tetap bersikap menantang dan tidak menunjukkan penyesalan atas tindakannya.

Perlu dicatat, pemakzulan Yoon adalah yang kedua kalinya dalam sejarah Korea Selatan, setelah Park Geun-hye, presiden sebelumnya, dimakzulkan pada Desember 2016 dan dicopot pada Maret 2017 karena penyalahgunaan wewenang.

Pemakzulan Yoon diwarnai aksi demonstrasi besar-besaran dari ribuan warga.

Laporan dari Korea Herald mencatat demonstrasi tersebut dipimpin oleh anggota serikat buruh dan kelompok sipil liberal yang memulai aksi mereka di dekat Seoul Plaza dan melanjutkan ke kediaman presiden.

Meskipun ada yang meragukan stabilitas demonstrasi, aksi ini berlangsung dengan damai dan tertib.

Menariknya, banyak demonstran yang membawa lightstick dari fandom K-Pop serta poster-poster kreatif.

Bahkan, lagu terbaru dari grup idol AESPA menjadi pengiring dalam aksi tersebut.

Dalam konteks ini, meski Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin Yoon memboikot pemungutan suara pemakzulan, hal tersebut tidak menghalangi keinginan mayoritas masyarakat.

Jajak pendapat menunjukkan 75 persen warga mendukung pemakzulan Yoon dari jabatannya sebagai presiden.

Pemakzulan Yoon Suk Yeol bukan hanya sekadar kejadian politik, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan keinginan masyarakat Korea Selatan untuk menjaga konstitusi dan stabilitas pemerintahan.

(TRIBUNNEWS.COM/Ika Wahyuningsih, Namira Yunia Lestanti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini