TRIBUNNEWS.COM - Pada Minggu (15/12/2024), Pasukan Dukungan Cepat (RSF), kelompok paramiliter Sudan, menyerang kota el-Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara dengan rudal.
Sekitar 38 orang tewas setelah RSF meluncurkan empat rudal berdaya ledak tinggi, Al Jazeera dan MTV Lebanon melaporkan.
Serangan ini mengikuti serangan pesawat tak berawak pada Jumat (13/12/2024) yang menargetkan Rumah Sakit Saudi di kota tersebut.
Akibatnya, sembilan orang tewas dan 20 lainnya terluka hari Jumat, memaksa para dokter untuk menghentikan operasi.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menggambarkan serangan terhadap fasilitas kesehatan di Sudan sebagai tindakan yang sangat menyedihkan.
Konflik antara RSF dan tentara Sudan, yang dimulai pada April 2023.
Pertikaian kedua belah pihak telah menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk dengan puluhan ribu orang tewas dan lebih dari 11 juta orang mengungsi.
Hampir seluruh wilayah Darfur kini dikuasai oleh RSF, yang juga menguasai sebagian wilayah Kordofan Selatan dan Sudan Tengah.
Sedangkan tentara menguasai wilayah utara dan timur Sudan.
Kedua belah pihak dituduh oleh kelompok hak asasi manusia menargetkan warga sipil dalam pertempuran ini.
Selain kekerasan fisik, konflik ini juga telah menyebabkan kekerasan seksual yang meluas.
Baca juga: Dalam Waktu 48 Jam, 127 Warga Sipil Tewas Akibat Pemboman di Sudan
Human Rights Watch (HRW) melaporkan bahwa RSF dan kelompok sekutunya telah melakukan tindakan kekerasan seksual yang sangat kejam, yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.
HRW mendokumentasikan puluhan kasus pemerkosaan berkelompok dan perbudakan seksual, terutama perempuan dan anak perempuan berusia antara tujuh hingga 50 tahun di negara bagian Kordofan Selatan sejak September 2023.
Banyak korban diperkosa di rumah mereka atau rumah tetangga mereka, sering kali di depan keluarga mereka, sementara beberapa korban lainnya diculik dan ditahan dalam kondisi perbudakan.