News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bisakah Cina Tahun 2025 Keluar dari Stagnasi Ekonomi?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bisakah Cina Tahun 2025 Keluar dari Stagnasi Ekonomi?

Pada pertemuan ekonomi tahunan Cina minggu lalu, Presiden Xi Jinping mengumumkan kebijakan fiskal dan moneter yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, termasuk mengambil langkah-langkah menuju penurunan suku bunga dan lebih banyak pinjaman pemerintah.

Cina sedang berjuang dengan perlambatan ekonomi dan lemahnya permintaan konsumen dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir, yang sebagian disebabkan oleh jatuhnya pasar real estate, di mana banyak kelas menengah Cina menyimpan kekayaannya.

Xi mengatakan Cina bertujuan untuk menerapkan kebijakan fiskal yang "lebih proaktif” dan kebijakan moneter yang "cukup longgar” untuk tahun depan. Menurut penelitian bank investasi Goldman Sachs, pertumbuhan PDB riil Cina diperkirakan akan melambat menjadi 4,9% pada tahun 2024 dari 4,5% pada tahun 2025.

Lizzi C. Lee, peneliti Ekonomi Cina di Asia Society, sebuah wadah pemikir yang berbasis di New York, mengatakan kepada DW bahwa "Konferensi Kerja Ekonomi " tahun ini menyampaikan sinyal yang "sangat mendesak".

Pada tahun 2025, Cina akan menghadapi tantangan ekonomi baru, dimana Presiden terpilih AS Donald Trump mulai menjabat pada bulan Januari dan telah berjanji untuk menerapkan tarif tinggi terhadap ekspor Cina.

Strategi pertumbuhan Cina

Menurut Kantor Berita Xinhua yang dikelola pemerintah Cina, Xi menekankan pada konferensi tersebut bahwa tugas utama untuk tahun depan adalah "meningkatkan konsumsi secara giat, meningkatkan efisiensi investasi, dan memperluas permintaan domestik secara komprehensif."

Selain itu, pihak berwenang akan meningkatkan "tingkat defisit fiskal, memperluas penerbitan obligasi khusus pemerintah jangka panjang” dan mengadopsi kebijakan moneter yang cukup longgar untuk mengurangi persyaratan cadangan dan suku bunga guna memastikan likuiditas yang cukup.

Wang Guochen, seorang peneliti di Lembaga Penelitian Ekonomi Chung-Hua Taiwan, kepada DW mengatakan, pelonggaran tersebut berarti pihak berwenang akan mulai mencetak lebih banyak uang sambil membeli obligasi pemerintah dalam skala yang lebih besar tahun depan.

Pada bulan September, Bank Rakyat Cina meluncurkan langkah-langkah stimulus ekonomi terbesar sejak pandemi COVID-19, dengan mengucurkan sekitar 1 triliun yuan ke dalam sistem perbankan. Lalu pada bulan November, Kementerian Keuangan memperkenalkan rencana pembiayaan utang sebesar 10 triliun yuan ($1,4 triliun) untuk mengurangi tekanan pada pemerintah daerah.

Wang Guochen memperingatkan, Cina telah jatuh ke dalam "perangkap likuiditas” dalam beberapa tahun terakhir. Meski kebijakan moneter dilonggarkan dan suku bunga diturunkan, masyarakat masih lebih memilih menabung dibandingkan belanja, karena pesimistis terhadap masa depan.

Pasar real estat kunci untuk meningkatkan pertumbuhan

Beijing menetapkan target pertumbuhan PDB pada tahun 2024 sebesar 5%. Para ekonom memperkirakan, pemerintah Cina mungkin akan menetapkan target yang sama untuk tahun 2025. Berdasarkan data resmi pada tiga kuartal pertama, pencapaian tujuan tersebut masih merupakan tantangan.

"Walaupun angka 5% bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai, namun untuk mencapainya akan memerlukan tindakan tegas, terutama dalam stabilisasi properti… mengingat sektor konstruksi perumahan menyumbang sekitar 20% PDB dan mewakili 70% kekayaan rumah tangga,” kata pakar ekonomi Lizzi C. Lee.

Selain itu, pasar real estate melibatkan berbagai industri hulu dan hilir. Ketika pasar sedang lesu, hal ini menyebabkan kemerosotan ekonomi yang meluas dan bahkan berdampak pada keuangan pemerintah daerah.

Wang Guochen meyakini, kunci untuk menstabilkan pasar real estate adalah jika pemerintah Cina membeli perumahan inventaris lokal. Dengan melakukan hal ini, "setidaknya semua orang merasa bahwa keuntungan dari kehancuran sektor real estate telah tercapai,” katanya, dan hal ini berpotensi mengembalikan kepercayaan pada pasar.

Meskipun para pemimpin Cina tidak secara langsung menyebutkan perang dagang AS-Cina selama konferensi tahunan tersebut, mereka menekankan bahwa "dampak buruk yang dibawa oleh perubahan lingkungan eksternal saat ini semakin mendalam."

"Pada saat yang sama, Cina diam-diam menyempurnakan perangkat untuk merespons jika ketegangan meningkat. Investigasi keamanan siber, pengetatan kontrol ekspor, dan pengawasan peraturan terhadap perusahaan asing semuanya akan dilakukan,” kata Lizzi C. Lee. Cina juga secara aktif menjalankan strategi untuk meningkatkan produksi dalam negeri dalam menghadapi perang teknologi yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat, khususnya di sektor semikonduktor.

Namun Wang mengatakan upaya mencapai kemandirian teknologi di bidang semikonduktor akan memerlukan investasi besar tanpa jaminan kesuksesan. Selain itu, memprioritaskan industri-industri ini dapat merangsang pertumbuhan sektor jasa. Akibatnya, "kemandirian teknologi dan meningkatnya permintaan dalam negeri pasti akan berbenturan.”

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini