TRIBUNNEWS.COM - Militer Houthi di Yaman mengeklaim bahwa pasukannya telah menembakkan rudal balistik hipersonik yang menargetkan fasilitas militer dan infrastruktur penting Israel.
Pernyataan tersebut dikonfirmasi langsung oleh juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, Senin (16/12/2024).
Dalam pengumuman resmi yang disiarkan televisi, ia mengatakan serangan pasukan Houthi menggunakan rudal balistik hipersonik yang dinamai “Palestine-2” telah berhasil mengenai sasaran dengan tepat.
Serangan tersebut di antaranya menargetkan sasaran militer di kota Ashkelon, sedangkan serangan kedua menargetkan sasaran di kota Jaffa yang diduduki.
“Pasukan rudal kami menyerang target militer di wilayah Yaffa yang diduduki dengan tepat,” kata Saree, dikutip dari Middle East Monitor.
Houthi tak sendiri, operasi tersebut dilakukan bersama pasukan perlawanan Islam di Irak, menggunakan drone dan rudal yang mampu melewati sendiri dalam menjalankan operasi serangan udara.
Kelompok Houthi berdalih serangan mereka di jalur pelayaran utama itu merupakan bentuk solidaritas dengan warga Palestina di Gaza yang menghadapi perang genosida Israel sejak 7 Oktober 2023.
Saree mengatakan operasi semacam itu akan terus berlanjut, menargetkan situs penting Israel termasuk fasilitas militer dan Gudang senjata IDF hingga Israel berhenti menyerang Gaza dan mencabut blokade.
Houthi Incar Pelabuhan Penting Israel
Lebih lanjut, selain menargetkan serangan di situs penting Israel, selama setahun terakhir, Houthi juga membombardir sejumlah kapal Israel yang melintas di Laut Merah.
Baca juga: Rudal Houthi Hantam Pemukiman Israel, Sirene Meraung Keras, 4 Warga Terluka saat Akan Berlindung
Houthi bahkan berulang kali membombardir pelabuhan Eliat yang menjadi pusat perekonomian Israel.
Imbas serangan yang bertubi-tubi, pelabuhan Eilat dinyatakan bangkrut hingga semua aktivitas harus ditutup total untuk sementara waktu.
Penutupan terjadi setelah milisi Houthi Yaman melakukan blokade di kawasan Laut Merah.
"Harus diakui bahwa pelabuhan ini berada dalam kondisi bangkrut," jelas CEO Pelabuhan Eilat, Gideon Golber dikutip dari Anadolu.
"Hanya satu kapal yang datang ke sini dalam beberapa bulan terakhir. Pihak Yaman telah secara efektif menutup akses ke pelabuhan," imbuhnya.
Sebelum dinyatakan bangkrut, Golber mengatakan, telah terjadi penurunan operasi sebesar 85 persen usai biaya pengiriman impor - ekspor melonjak akibat Yaman melarang kapal menyeberang ke Israel.