Rouhani mengklaim Suriah bisa saja kembali menjadi markas Daesh dan Al-Qaeda. Hal itu juga bisa mengancam Lebanon dan Irak.
“Apa yang terjadi di Suriah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya dan bukan sekadar hasil dua atau tiga minggu perencanaan,” kata Rouhani saat rapat hari Rabu, (18/12/2024), dikutip dari IRNA.
“Kenyataannya ialah bahwa perang Suriah melawan Daesh dan teroris lainnya tetap tidak terselesaikan karena kengototan Turki untuk menghentikan operasi di Kota Idlib, tempat para teroris berkumpul.”
Dia mengatakan belakang ini Rusia terpaksa mengabaikan atau meninggalkan Suriah karena memfokuskan perang di Ukraina.
“Turki, Amerika Serikat, Israel, dan Qatar memanfaatkan situiasi ini dan beberapa negara Arab bergabung dengan mereka, memunculkan situasi baru di Suriah.”
Selain itu, dia juga memperingatkan ancaman dari musuh besar Iran, yakni Israel.
Rouhani mengutip penyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebutkan bahwa perimbangan kekuatan di Timur Tengah akan berubah drastis.
Menurut dia, pernyataan Netanyahu itu menunjukkan bahwa Israel ingin menyeret Iran ke dalam perang, tetapi gagal karena adanya kebijaksanaan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatolah Ali Khamenei.
Baca juga: Turki Diam-diam Rencanakan Struktur Pararel Memerintah Suriah, Menlu Iran Tak Kaget Assad Tumbang
Dia kemudian menyinggung pentingnya memperbarui strategi-strategi Iran.
“Strategi yang kuat tidaklah mencukupi, strategi itu harus dikembangkan ketika diperlukan.”
Hubungan HTS dengan Al-Qaeda
Dikutip dari BBC, HTS berawal dari organisasi bernama Jabhat al-Nusra yang dibentuk tahun 2011. Kelompok itu terafiliasi langsung dengan Al-Qaeda.
HTS dianggap sebagai salah satu kelompok oposisi terkuat yang melawan Presiden Bashar al-Assad.
Kelompok itu dimasukkan dalam daftar kelompok teroris oleh PBB, AS, Turki, dan negara lain.
Akan tetapi, pemimpin HTS yang dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda.