TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin baru Suriah yang juga pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammed al-Julani yang saat ini dikenal dengan Ahmad Al Sharaa mengatakan larangan kepemilikan senjata tanpa izin negara.
Hal tersebut diumumkan oleh Sharaa saat konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan pada Minggu (22/12/2024).
"Kami sama sekali tidak akan mengizinkan adanya senjata di negara ini yang berada di luar kendali negara, baik dari faksi revolusioner maupun faksi yang ada di wilayah SDF," imbuhnya, mengacu pada Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi, dikutip dari Al-Arabiya.
Keputusan ini diambil oleh Sharaa tepat sehari setelah mengadakan pertemuan dengan faksi-faksi bersenjata pada Sabtu (21/12/2024).
Pertemuan tersebut membahas tentang struktur baru militer Suriah.
Faksi-faksi bersenjata akan mulai mengumumkan pembubaran mereka dan bergabung dengan tentara.
Sebelumnya, Sharaa telah berupaya meyakinkan kaum minoritas di dalam negeri dan pemerintah di luar negeri bahwa pemimpin sementara negara itu akan melindungi semua warga Suriah, serta lembaga-lembaga negara.
Dalam pertemuannya dengan anggota komunitas Druze pada Senin, ia mengatakan semua faksi bersenjata akan "dibubarkan dan para pejuangnya dilatih untuk bergabung dengan jajaran kementerian pertahanan."
"Semua akan tunduk pada hukum," imbuhnya, dikutip dari Asharq Al-Aawsat.
Ia juga menekankan perlunya persatuan di negara multietnis dan multiagama.
"Suriah harus tetap bersatu. Harus ada kontrak sosial antara negara dan semua agama untuk menjamin keadilan sosial," katanya.
Pertemuan Sharaa dan Menlu Turki
Baca juga: Pemimpin Druze Lebanon Bertemu Pemimpin HTS Bahas Era Baru Hubungan Lebanon-Suriah
Dalam foto yang dibagikan oleh kementerian menunjukkan Menlu Turki, Fidan dan Sharaa saling berpelukan dan berjabat tangan.
Dalam pertemuan tersebut, Fidan dan Sharaa membahas tentang perlunya persatuan dan stabilitas Suriah.
Tidak hanya itu, keduanya juga menyerukan pencabutan semua sanksi Internasional terhadap Suriah.
Pertemuan ini tepat terjadi 2 hari setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan keberangkatan Fidan ke Damaskus untuk membahas pemerintahan baru Suriah.
Fidan mengatakan, pihaknya berjanji akan terus mendukung masa transisi Suriah setelah rezim Assad runtuh.
"Turki akan terus berdiri di sisi Anda. Semoga hari-hari tergelap di Suriah telah berlalu dan hari-hari yang lebih baik menanti kita," kata Fidan, dikutip dari Al Jazeera.
Fidan juga menekankan bahwa sanksi Internasional terhadap Suriah harus segera dicabut.
Apabila sanksi telah dicabut, maka akan membuat pemerintahan transisi berjalan lebih lancar.
"Sanksi terhadap Damaskus harus dicabut secepat mungkin dan masyarakat internasional perlu bergerak untuk membantu Suriah bangkit kembali dan agar para pengungsi dapat kembali," tegasnya.
Pernyataan ini sebelumnya juga telah diungkapkan oleh Al-Sharaa saat mengadakan konferensi pers pertamanya setelah Assad digulingkan.
Ia juga meminta sanksi Internasional untuk Suriah segera dicabut.
“Semua sanksi ekonomi harus dicabut, sekarang predator sudah pergi dan hanya korban yang tersisa. Faktor ketidakadilan dan penindasan sudah hilang. Sekarang saatnya sanksi-sanksi ini dicabut,” kata Sharaa.
Menurutnya, sanksi yang dijatuhkan ini telah cukup lama dan saat ini waktu yang tepat untuk dicabut, mengingat rezim Assad telah runtuh.
“Rezim ini telah berkuasa selama lebih dari 50 tahun, dan beberapa sanksi ini dijatuhkan pada tahun 1970-an. Itulah sebabnya tindakan harus cepat, sanksi ini harus segera dicabut agar kita dapat memajukan negara kita," jelasnya.
Sementara itu, Turki memandang komponen utama pasukan yang didukung AS, yang mengendalikan sebagian besar wilayah utara dan timur laut Suriah, terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), musuh domestiknya yang terlarang.
“Kami berupaya melindungi sekte dan kelompok minoritas dari segala serangan yang terjadi di antara mereka” dan dari aktor “eksternal” yang mencoba memanfaatkan situasi “untuk menimbulkan perselisihan sektarian,” imbuh al-Sharaa.
“Suriah adalah negara untuk semua orang dan kita dapat hidup berdampingan bersama,” tambahnya.
Sebagai informasi, Turki selama bertahun-tahun mendukung pejuang oposisi yang ingin menggulingkan Assad.
Atas runtuhnya rezim Assad membuat Turki sangat senang dan sangat menyambut baik keputusan ini, dikutip dari Ahsarq Al-Aawsat.
Turki juga menampung jutaan migran Suriah yang diharapkan akan mulai kembali ke rumah setelah Assad jatuh, dan telah berjanji untuk membantu membangun kembali Suriah.
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Konflik Suriah