Negara-negara yang rentan terhadap bencana alam yang terkait dengan pemanasan global, termasuk Filipina, telah lama meminta bantuan keuangan untuk mengatasi kerugian dan kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa cuaca yang menghancurkan.
Konferensi iklim PBB tahun 2022 di Mesir, COP27, menghasilkan apa yang dianggap sebagai "kesepakatan bersejarah” untuk membentuk dana kerugian dan kerusakan. Dana Kerugian dan Kerusakan (L&D) secara resmi diluncurkan setahun kemudian pada COP28 di Dubai.
Dana ini memberikan kompensasi kepada negara-negara berkembang yang hanya berkontribusi kecil terhadap pemanasan global, namun menghadapi dampak terburuknya, meliputi kerugian seperti mata pencaharian yang hancur, infrastruktur dan keanekaragaman hayati.
Dengan mewajibkan negara-negara kaya dengan tingkat polusi tinggi untuk berkontribusi, dana ini berupaya mengatasi ketidakadilan pemanasan global. Pada tahun 2024, Filipina terpilih sebagai tuan rumah Dewan L&D Fund untuk menyusun strategi penyaluran dana dan mengatasi kebutuhan iklim yang mendesak.
John Leo Algo, koordinator nasional Aksyon Klima, sebuah jaringan masyarakat sipil untuk aksi iklim, mengatakan kepada DW, L&D Fund harus berfungsi sebagai hibah, bukan perjanjian pembiayaan.
"Dana yang disalurkan dari L&D Fund tidak boleh membebani negara-negara yang sudah rentan terhadap krisis iklim,” ujarnya, seraya menyebut skenario seperti itu ”tidak dapat diterima dan tidak adil.”
Menjembatani kesenjangan pendanaan
Algo mengatakan, dana tersebut harus memprioritaskan masyarakat yang terkena dampak iklim, memastikan aksesibilitas dan ketersediaan selama masa darurat.
Meskipun menjadi tuan rumah, Dewan Dana L&D tidak memberikan akses prioritas kepada Filipina, hal ini menyoroti pengalaman garis terdepan negara tersebut dalam menghadapi krisis iklim.
"Peran kami adalah untuk menginformasikan kepada dewan, tentang tren kerugian dan kerusakan yang muncul di seluruh dunia, karena kita telah mengalami beberapa risiko dan kerentanan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir,” kata Mark Dennis Joven, anggota Dewan Dana Menanggapi Kerugian dan Kerusakan, kepada DW.
Namun, Joven mengakui adanya kesenjangan pendanaan yang kritis, dengan dana hanya $750 juta (lebih dari Rp12 Triilun) dalam bentuk janji yang diperoleh secara global - jauh dari miliaran US Dolar yang dibutuhkan.
"Kami harus bertindak cepat agar tidak kehilangan momentum,” katanya.
"Mengoperasionalkan dana dan mengerahkannya secara cepat, akan mendorong komitmen lebih kuat dari negara-negara donor", ujar Jovn menambahkan.
Joven juga menekankan pentingnya pengarusutamaan L&D sebagai pilar ketiga pendanaan iklim, di samping mitigasi dan adaptasi.
Langkah-langkah domestik
Seiring dengan berlanjutnya pembicaraan internasional mengenai L&D Fund, para pendukung di Filipina terus mendorong RUU Akuntabilitas Iklim (CLIMA), yang bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban para penghasil polusi karbon terbesar, dengan menciptakan sebuah dana untuk korban kerugian dan kerusakan iklim serta mengaitkan reparasi dengan tanggung jawab perusahaan.