News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Ogah Terlibat Perang, Ribuan Brigade Ukraina yang Dilatih Tentara Prancis Kabur

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan tentara Kyiv yang tergabung dalam Brigade Mekanik ke-155 telah melarikan diri dari brigade tanpa pergi berperang melawan Moskow. Adapun alasan sebagian besar tentara yang membelot lantaran mereka kelelahan harus berjuang keras selama berhari-hari di bawah tembakan.

TRIBUNNEWS.COM - Ribuan tentara Ukraina yang telah menjalani pelatihan dari militer Prancis dilaporkan kabur meninggalkan medan perang.

Hal tersebut diungkap oleh jurnalis terkemuka Yuriy Butusov.

Dalam laporannya ia menyebut ribuan tentara Kyiv yang tergabung dalam Brigade Mekanik ke-155 telah melarikan diri dari brigade tanpa pergi berperang melawan Moskow.

“Pada bulan Desember sebanyak 1.700 tentara Kyiv telah melarikan diri dari brigade Mekanik 155  tanpa pergi berperang melawan Moskow, dan sekitar 50 tentara telah melarikan diri saat berlatih di Prancis,” ujar Butusov dikutip The Defense Post.

Brigade Mekanik ke-155 yang dijuluki “Anne dari Kyiv” merupakan unit pasukan perang yang terdiri dari 4.500 tentara.

Adapun julukan “Anne dari Kyiv” diberikan  oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron berdasarkan nama seorang putri Kiev Rus abad ke-11 dan istri Raja Prancis Henry I,

Unit ini disiapkan khusus oleh pemerintah Ukraina pada Maret 2024, sebagai bagian dari inisiatif untuk memperluas Angkatan Darat Ukraina 

Untuk memperkuat pertahanan brigade ini Ukraina bahkan meminta Prancis melatih sekitar setengah dari mereka dan menyediakan peralatan tempur bagi pasukan tersebut.

Termasuk kendaraan lapis baja AMX10 Prancis, howitzer Caesar , dan tank Leopard 2A4 Jerman, serta berbagai senjata lainnya.

Setelah menjalani program latihan dengan tentara Prancis, pada November kemarin brigade tersebut kembali ke Ukraina.

Namun saat akan dikirim ke medan perang tepatnya ke wilayah selatan Pokrovsk untuk melawan Rusi ,para tentara ini dilaporkan kabur.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1047: Zelensky Klaim Pasukan Rusia dan Korea Utara Alami Kerugian Besar

Ukraina Gelar Investigasi

Merespon isu kaburnya ribuan tentara ini pemimpin Prancis mendorong Stavka Ukraina untuk meluncurkan penyelidikan untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas pembelotan tersebut. 

Dalam kasus ini Prancis menyalahkan pimpinan militer dan politik Ukraina atas masalah yang terjadi pada unit tersebut.

Prancis menyalahkan apa yang disebutnya sebagai kurangnya "koordinasi struktur komando”.

Imbas masalah ini, komandan brigade, Kolonel Dmytro Ryumshin, dicopot dari jabatannya bersama beberapa perwira tinggi lainnya atas desersi di Prancis, mengutip dari Kyiv Independent.

Kementerian Pertahanan Prancis menolak mengomentari penyelidikan tersebut ketika dihubungi oleh media.

Namun mereka menegaskan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Menurutnya masih terlalu dini untuk membicarakan hasil awal.

Zelensky Akui Banyak Pasukan Membelot

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui pembelotan di militer melonjak pada tahun 2024.

Mengutip dari Al Jazeera, total tentara yang membelot dari Januari hingga Oktober 2024 diperkirakan mencapai 30.000 orang.

Jumlah ini melonjak berkali-kali lipat dari jumlah pada tahun 2022, tahun, tepatnya sejak dimulainya perang.

Tidak jelas apakah mereka yang melarikan diri sebagian besar adalah warga yang diwajibkan wajib militer, atau sukarelawan perang meninggalkan jabatan mereka.

Namun alasan sebagian besar tentara yang membelot lantaran mereka kelelahan harus berjuang keras selama berhari-hari di bawah tembakan.

Mereka yang berada di garis depan telah mengatakan kepada media bahwa mereka telah bertempur dari satu pertempuran ke pertempuran lain dengan sedikit waktu istirahat sejak invasi Rusia pada tahun 2022.

Pasukan diizinkan mengambil cuti 10 hari dua kali setahun, tetapi kekurangan tenaga kerja terkadang menunda liburan tersebut.

Para prajurit dan keluarga mereka menginginkan waktu istirahat yang berkisar antara liburan sebulan dan rotasi tiga tahun.

Alasan tersebut yang membuat beberapa prajurit memandang desersi atau membelot sebagai satu-satunya pilihan mereka untuk mendapatkan bantuan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengkriminalisasi pelanggaran desersi bagi prajurit yang menolak untuk kembali bertugas.

Mereka yang terbukti bersalah dijatuhi hukuman antara lima hingga 12 tahun penjara.

(Tribunnews.com / Namira Yunia)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini