TRIBUNNEWS.COM - Panglima Angkatan Darat Lebanon, Jenderal Joseph Aoun dikabarkan semakin dekat untuk menduduki kursi presiden.
Hal tersebut setelah kandidat Hizbullah, Suleiman Frangieh dikabarkan mundur dari pencalonan presiden Lebanon.
Parlemen Lebanon diperkirakan akan melaksanakan pemilihan presiden pada Kamis (9/1/2025) hari ini.
Joseph Aoun menjadi satu-satunya kandidat terkuat, karena dipandang sebagai sosok yang akan mengawasi pengerahan cepat tentara untuk melaksanakan gencatan senjata di Lebanon selatan.
Perkiraan media menunjukkan bahwa Aoun, jika ia memperoleh dukungan dari Hizbullah dan Amal, akan memenangkan 95 suara di parlemen yang beranggotakan 128 orang.
Tingkat dukungan ini berarti amandemen konstitusi tidak diperlukan.
Dikutip dari Arab News, semua blok parlemen berkomitmen untuk hadir, yang akan memastikan kuorum yang diperlukan untuk pemilihan tercapai.
Perdana Menteri Najib Mikati mengatakan bahwa ia merasakan “kegembiraan untuk pertama kalinya sejak kekosongan jabatan presiden”.
"Insya Allah, kita akan memiliki presiden baru untuk republik tersebut besok (Kamis)," kata Mikati.
Joseph Aoun sebelumnya telah didorong oleh Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi untuk maju menjadi calon presiden Lebanon berikutnya.
Dalam pertemuan di Riyadh, AS dan Arab Saudi sepakat bahwa mereka memiliki 'kesempatan sekali dalam tiga puluh tahun' untuk menyingkirkan Hizbullah dengan pemilihan presiden baru.
Baca juga: Terbitkan Peta Provokatif, Israel Klaim Palestina, Yordania, Suriah, dan Lebanon adalah Tanah Zionis
AS telah mengatakan kepada pejabat Lebanon, bahwa Arab Saudi siap mengerahkan ratusan juta dolar untuk membangun kembali negara mereka yang dilanda perang jika Aoun terpilih sebagai presiden.
Iming-iming dana besar dari Arab Saudi digulirkan oleh utusan AS, Amos Hochstein selama lawatannya ke Lebanon pada hari Senin (6/1/2025).
Dalam lawatannya tersebut, Hochstein melobi secara gencar untuk Aoun, termasuk dengan juru bicara parlemen Lebanon Nabih Berri.
Aoun sudah mendapat dukungan dari Perdana Menteri Sunni Lebanon, Najib Mikati.
"Amerika sudah bertekad. Mereka tidak menginginkan kandidat lain selain Aoun," kata pejabat senior Arab itu kepada Middle East Eye.
"Hochstein telah mengaitkan pemilihan Aoun dengan Arab Saudi yang mendanai pembangunan kembali Lebanon," lanjutnya.
Parlemen Lebanon dijadwalkan menyelenggarakan pemilihan presiden pada tanggal 9 Januari, tetapi sebelumnya telah ditunda.
Pemungutan suara ini dilakukan pada saat yang kritis, dengan negosiasi untuk pembaruan gencatan senjata 60 hari yang mengakhiri pertempuran brutal antara Hizbullah dan Israel yang akan segera dimulai hanya dalam waktu tiga minggu, tepatnya pada tanggal 26 Januari.
Baca juga: Ambisi AS Ciptakan Perang Saudara di Lebanon, Beri Bantuan ke Tentara hingga Pojokkan Hizbullah
Sudah lama menjadi rahasia umum di kalangan politik Beirut bahwa AS ingin Aoun mengisi jabatan presiden yang kosong sejak 2022.
Secara tradisi, jabatan presiden diperuntukkan bagi penganut Kristen Maronit.
Jihad Azour, bankir senior di Dana Moneter Internasional, dianggap sebagai kandidat kedua yang pro-AS.
AS mendorong Aoun sebagai presiden karena meyakini mandat militernya akan penting untuk melaksanakan gencatan senjata.
Salah seorang pejabat Arab mengatakan, dengan melemahnya Hizbullah, pejabat Lebanon dan Amerika percaya Israel dan Lebanon dapat secara resmi menetapkan batas wilayah mereka setelah Israel menarik diri.
Baca juga: Terowongan, Senjata, dan Fasilitas Militer Hizbullah Terancam Jatuh ke Tangan Tentara Lebanon
Yang membuat dorongan AS terhadap Aoun lebih kuat sekarang adalah karena AS telah melibatkan Arab Saudi - dalam upaya untuk menghidupkan kembali peran kerajaan sebagai pemegang kekuasaan Sunni utama di negara Mediterania tersebut.
Hizbullah Beri Dukungan
Hizbullah tidak menentang pencalonan Joseph Aoun untuk menjadi presiden Lebanon selanjutnya.
Kepala Unit Penghubung dan Koordinasi Hizbullah, Wafiq Safa mengatakan pihaknya berkeberatan terhadap Samir Geagea, pemimpin Partai Pasukan Lebanon, yang menduduki jabatan tersebut.
Komentar Safa disampaikan selama pidato yang disiarkan langsung di televisi kemarin dari lokasi pembunuhan Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, di pinggiran selatan Beirut.
Baca juga: Hamas Kecam Peta Israel yang Klaim Wilayah Palestina, Yordania, Lebanon, Suriah
"Kami tidak memiliki hak veto terhadap komandan angkatan darat. Satu-satunya hak veto kami adalah terhadap Samir Geagea karena ia merupakan proyek perpecahan dan kehancuran negara," kata Safa, dikutip dari Middle East Monitor.
Pada tanggal 28 November, kurang dari 24 jam setelah pengumuman gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel, Ketua Parlemen, Nabih Berri, menetapkan tanggal 9 Januari sebagai tanggal pemilihan presiden negara tersebut.
Sejak masa jabatan mantan Presiden Michel Aoun berakhir pada Oktober 2022, parlemen Lebanon telah gagal memilih presiden baru dalam 13 sesi selama dua tahun, yang terakhir terjadi pada 14 Juni 2023.
Kebuntuan yang berkepanjangan ini telah menyebabkan kekosongan jabatan presiden keenam dalam sejarah modern Lebanon.
(Tribunnews.com/Whiesa)