Laporan Reporter Tribun Jogja, Niti Bayu Indrakrista
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Para ilmuwan terus memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi demi mempermudah kehidupan umat manusia, termasuk membantu kaum disabilitas mengatasi keterbatasannya.
Berangkat dari keluhan penyandang tunanetra, sekelompok mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada merancang sebuah timbangan yang bisa berbicara, sehingga mengeliminasi sebagian hambatan bagi tunanetra yang ingin hidup mandiri.
Timbangan tersebut bisa mengeluarkan suara yang menunjukkan seberapa berat benda yang diletakkan di atasnya. Alat tersebut oleh para penemunya dinamai Rama Shinta, yang konon merupakan kepanjangan dari rancang bangun timbangan suara untuk tunanetra.
Adalah Ary Kusuma Ningsih, Arif Abdul Aziz, Laely Nurbaety, Lutfhi Yahya dan Dwitya Bagus Widyantara mengaku tergerak setelah kelimanya berinteraksi dengan para tunanetra di sebuah yayasan pada 2013 lalu.
"Mereka kesulitan untuk menjalankan wirausaha yang mengandalkan timbangan. Bahkan banyak yang ditipu oleh pembeli," kata Ary Kusuma di kompleks kampus UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Senin (11/8/2014) siang.
Timbangan Rama Shinta secara garis besar terdiri dari dua komponen utama, yaitu sebuah timbangan digital yang terhubung pada panel pengendali. Di dalamnya terdapat mikrokontroler arduino uno, empat sensor load cell, buzzer, modul suara, serta speaker. Selain itu ada pula tombol-tombol angka yang ditulis dalam huruf braille.
Selain menyebutkan berat benda yang diletakkan di atasnya, alat tersebut juga memiliki sebuah mode lain. Dalam mode kedua, pengguna bisa memasukkan angka berat yang diinginkan terlebih dahulu. Kemudian alat akan berbunyi cepat untuk menunjukkan bahwa benda di atasnya beratnya masih di bawah angka yang sebelumnya dimasukkan. Sebaiknya, bunyinya akan bertempo lambat jika berat benda melebihi angka yang dimasukkan.
Timbangan Rama Shinta juga dilengkapi sebuah layar LCD yang bermanfaat jika para tunanetra berinteraksi dengan orang normal dalam bisnisnya. "Kapasitas maksimal untuk menimbang benda hingga seberat 10 kilogram," ujar Ary.
Sementara itu rekan Ary, Arif Abdul Azis mengatakan, tantangan utama dalam menciptakan alat tersebut adalah proses konversi dari data berat yang didapat, menjadi suara. Namun permasalahan tersebut bisa diatasi setelah mereka menggunakan modul suara yang bisa melaksanakan tugas tersebut.
Total dana yang dihabiskan untuk penelitian tersebut mencapai Rp10 juta.Timbangan bersuara yang dikembangkan lima sekawan itu lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa Karya Cipta (PKM-KC) 2014.
Arif menjelaskan, biaya perancangan bisa mencapai Rp10 juta karena harus mencari alat dan bahan yang tepat. Namun, setelah kini mendapatkan resep yang sesuai, ia memperkirakan biaya produksi satu unit timbangan Rama Shinta terpangkas menjadi sekitar Rp3 juta hingga Rp4 juta.
Saat ini, Arif dan keempat rekannya belum memproduksi timbangan bersuara dalam jumlah besar. Namun ke depan tidak tertutup kemungkinan untuk mengembangkan dalam skala massal. Pasalnya sudah terdapat sejumlah permintaan dari wirausahawan penyandang disabilitas yang berminat terhadap alat itu. Jika sudah diproduksi massal, Arif memperkirakan biaya produksi akan ikut terpotong lebih jauh pula. (Niti Bayu Indrakrista)