TRIBUNNEWS.COM - Pasar minyak mentah meroket setelah Abraham Pineo Gesner yang berkebangsaan Kanada dan merupakan ahli fisika dan juga geologi, mendistilasi kerosin pada 1846.
Apalagi setelah Ignacy Lukasiewicz mengembangkannya menjadi bahan bakar untuk penerangan.
Kini, tak hanya berfungsi sebagai bahan bakar, minyak mentah juga digunakan dalam kebutuhan kita sehari-hari seperti sampo, losion, pengawet makanan, hingga kantong plastik dan kemasan.
Pada pertengahan 1800-an, semua cairan yang memerlukan penyimpanan, disimpan di sejenis drum besar yang terbuat dari kayu.
Isi satu drum setara dengan 158,97 liter cairan, atau 42 galon dalam ukuran Amerika.
Di Indonesia, ini hampir sama jumlahnya dengan volume air minum yang dikemas dalam delapan setengah galon plastik.
Sebenarnya ada banyak ukuran wadah minyak yang diproduksi saat itu.
Namun, akhirnya ukuran ini dianggap sebagai ukuran yang paling praktis, karena seseorang dianggap masih bisa menangani satu barel yang beratnya sekitar 136 kilogram.
Selain itu, jika ukurannya lebih kecil, dinilai kurang menguntungkan.
Di Pennsylvania sendiri--lokasi diproduksinya minyak mentah yang terkemuka saat itu--tempat penyimpanan yang bervolume 42 galon telah menjadi hal yang biasa untuk mengirim berbagai macam barang termasuk belut, salmon, hering, sabun, mentega, minuman anggur dan minyak paus.
Akhirnya pada Agustus 1866 diadakan pertemuan produsen minyak swasta di Titusville, Pennsylvania.
Barel pun mulai menjadi satuan standar di kawasan ini dan diikuti oleh wilayah lain di Amerika Serikat.
Pada 1872, ukuran satu barel menjadi standar dalam Petroleum Producers Association. USGS (United States Geological Survei) pun mengadopsi ukuran ini pada 1882.