TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak dengan alergi makanan cenderung mengalami gangguan pertumbuhan karena pembatasan asupan makanan tertentu, tak terkecuali makanan bergizi.
Oleh sebab itu, orang tua perlu cermat memilih subsitisi nutrisi yang tepat bagi anak sehingga anak tetap bertumbuh secara optimal.
Dalam diskusi media yang digelar Nutritalk, Rabu (16/4/2014), alergi protein susu sapi disebut-sebut sebagai alergi makanan yang paling umum dialami oleh anak. Diperkirakan, 0,3 – 7,5 persen anak Indonesia mengalami alergi protein susu sapi.
Diskusi tersebut dihadiri dr. Marina Damajanti, MKM selaku Kepala Subdirektorat Bina Gizi Klinik, Direktorat Bina Gizi, Kementerian Kesehatan dengan nara sumber Ketua Divisi Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI, RSCM, dr. Zakiudin Munasir dan ahli tumbuh kembang anak dr. Bernie Endryani Medise.
"Alergi ini umumnya menyerang anak yang mempunyai bakat alergi yang disebut atopik. Ini diturunkan secara genetik oleh salah satu atau kedua orangtuanya. Jika orang tua memiliki alergi terhadap suatu makanan, termasuk susu sapi, maka 50 persen kemungkinan si anak memiliki alergi yang sama. Selain faktor genetik, faktor lain yang bisa menimbulkan alergi adalah faktor lingkungan," ujar Zakiudin.
Gejala yang paling sering muncul pada anak dengan alergi protein susu sapi adalah masalah di saluran cerna, mulai dari muntah, kolik, diare, darah dalam feses serta masalah pada kulit berupa bentol merah gatal, bentol merah berisi cairan, keropeng, kulit kering dan gatal.
Gejala klinis lain yang mungkin muncul adalah bengkak dan gatal di bibir sampai lidah, nyeri dan kejang perut, muntah sampai diare berat yang disertai berdarah.
Alergi ini juga bisa berdampak pada gangguan saluran pernapasan seperti bersin-bersin disertai gatal di hidung, hidung tersumbat, batuk pilek berulang, sesak napas dan asma.
Di samping itu, adanya gangguan saluran cerna akibat mengonsumsi makanan tertentu membuat sulit makan sehingga menimbulkan komplikasi kurang gizi atau malnutrisi pada anak.
Biasanya ditandai dengan berat dan tinggi badan yang sulit bertambah. Apabila dibiarkan, tentunya berdampak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kecerdasan anak.
Sebagai solusi, Zakiudin menyarankan pemberian air susu ibu secara eksklusif dan konsisten selama usia 0-6 bulan.
“ASI merupakan nutrisi terbaik karena mengandung nutrisi lengkap dan bisa berefek positif terhadap sistem ketahanan tubuh anak. Tetapi bila ASI tidak dapat diberikan atas indikasi medis, alternatif lain adalah susu formula ‘hipoalergenik’ atau pemberian susu kedelai (soya)," katanya.
Sementara Bernie mengatakan pertumbuhan kedelai merupakan alternatif pengganti susu sapi karena mengandung isolat protein kedelai dan sudah difortifikasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
Perlu diperhatikan bahwa susu pertumbuhan kedelai yang dianjurkan adalah yang mengandung isolat protein kedelai, susu pertumbuhan ini berbeda dengan susu sari kedelai.
Adapun keuntungan susu kedelai dibandingkan susu protein hidrolisat ekstensif adalah tidak mempunyai protein susu sapi, rasa lebih enak, harga lebih terjangkau, dan dapat menunjang tumbuh kembang anak yang optimal termasuk di dalamnya penambahan berat badan, tinggi badan, dan mineralisasi tulang yang baik.