TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menyayangkan adanya bukti pembayaran berobat gigi dengan tulis tangan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) seperti pengaduan pasien dengan akun Facebook Abigail Anggita Vela.
Menurut Marius, bukti pembayaran di rumah sakit besar seharusnya tak bisa hanya tulis tangan, apalagi penentuan harganya berubah-ubah.
“Ini rumah sakit besar, harusnya secara administrasi pakai print out. Kemudian harus dirinci. Enggak bisa kayak orang beli rambutan, dukuh di pinggir jalan. Toko kecil saja ada mesinnya. Ini bukan jualan pedagang kaki lima,” kata Marius saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/4/2015).
Menurut Marius, hal ini menunjukkan buruknya pelayanan administrasi di rumah sakit.
Marius mengatakan, konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas mengenai pengobatan, termasuk soal rincian harga.
Hal itu pun diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Menurut Marius, Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik nasional yang termasuk di dalamnya untuk menentukan kisaran harga pengobatan untuk rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Marius mengingatkan, jika rumah sakit seharunya memiliki tujuan untuk sosial, bukan komersil.
Sebelumnya diberitakan, Vela menceritakan kekagetannya ditagih Rp 9 juta saat menambal gigi di Rumah Sakit MMC, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Dalam akun Facebook-nya, Vela mengaku berobat ke RS MMC pada Senin (20/4/2015) pukul 11.45 WIB.
Sebelum ditindak medis, dia sempat ditanyakan terkait keluhannya.
Setelah itu, Vela dipersilakan duduk di kursi tindakan sambil meletakkan map plastik berisi formulir asuransi kantor yang diberikan oleh bagian pendaftaran.
"Disinilah semua itu berawal. Yakni ketika ada form asuransi Lippo Insurance," cerita dia dalam postingan yang terkoneksi dari media sosial Path.
Saat berada di kursi tindakan, Vela mengaku tidak pernah meminta untuk dilakukan beberapa tindakan medis dari dokter yang bersangkutan.