TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama Januari – Mei 2015, sebanyak 1.910 kasus gizi buruk tanpa tanda klinis Marasmus Kwashiorkor (MK) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah mendapat perawatan sesuai standar, baik dirawat inap maupun rawat jalan.
Sebanyak enam kasus dengan tanda klinis MK telah dirawat di Terapeutic Feeding Center (TFC) Atambua dan satu kasus dirawat di RS Naibonak, Kupang satu orang, kini telah sembuh dan kembali ke rumah.
Adapun satu kasus dirawat di RS Kefamenanu, Timur Tengah Selatan, meninggal.
Demikian laporan Direktur Bina Gizi Kemenkes Ir. Doddy Izwardi yang diterima Pusat Komunikasi Publik Kemenkes, Jumat (26/6/2015).
Doddy membenarkan bahwa ada 1.918 kasus gizi buruk di Provinsi NTT yang disebabkan oleh banyak faktor seperti akses terhadap sanitasi dan sumber air bersih masih sangat kurang.
"Juga tingginya indeks penyakit yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan seperti kasus pneumonia, diare dan ISPA pada Balita," katanya.
Kondisi diperparah perilaku kesehatan masih menjadi masalah seperti kurangnya kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan buang air besar di jamban.
Di sisi lain, kondisi geografis yang menyulitkan masyarakat menjangkau fasilitas kesehatan dan sebaliknya. Wilayah itu juga masih kurangnya tenaga kesehatan.
Untuk terus menekan angka gizi buruk, Pemerintah terus melakukan pelacakan dan penemuan kasus. Ini tentu memerlukan dukungan dari segenap lapisan masyarakat seperti PKK, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
"Bila menemukan kasus, agar segera dibawa ke TFC atau. Community Feeding Centre (CFC)”, kata Doddy.