TRIBUNNEWS.COM, BOGOR— Seorang pedagang otak-otak bakar, MN (55), di Bogor, terjaring razia, Kamis (16/6).
Petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor, yang merazia penjualan makanan di Jalan Bangbarung Raya, Bogor Utara, Kota Bogor, mendapati MN menjual otak-otak dengan kandungan boraks atau biasa disebut dengan istilah pijer.
Sebanyak 250 biji otak-otak yang akan dijual untuk takjil tersebut disita Disperindag Kota Bogor.
Saat ditanya petugas Disperindag tentang penggunaan borak pada otak-otaknya, MN tidak mengakuinya.
Belakangan MN tak menampik memang menggunakan sedikit pijer.
“Saya, saya enggak tahu Pak, saya pakai pijer, enggak pakai boraks. Lihat saja pembuatannya enggak pakai boraks kok,” ujar MN dengan wajah berkaca kaca.
Rupanya dia tidak mengetahui bahwa istilah boraks sama dengan pijer.
“Awalnya bapak itu membuat sendiri otak-otaknya dan dia tidak mengakui jika menggunakan borak. Tapi pas tadi saya tanya pijer, kalian dengar semua kan Bapak itu mengakui menggunakan pijer,” ujar Mangahit Sinaga Kabid Perdagangan Disperindag Kota Bogor.
MN mengakui bahwa di kampungnya di Ciamis, Jawa Barat, penggunaan pijer dilakukan untuk membuat makanan kenyal. Akan tetapi, dia tidak mengetahui bahwa barang berbahaya tersebut adalah borak.
“Saya bener enggak tau, saya tinggal di sini di Tanahbaru. Nah pijer itu saya dapet waktu berada di kampung, katanya di televisi pakai pijer bisa bikin kenyal,” ujar MN.
MN mengatakan, dia membeli borak atau pijer di pasar di tukang bumbu masakan. Harga satu renceng pijer berisi lima plastik kecil dihargai Rp 1.500.
Biasanya, dalam satu adonan otak-otak untuk sekali berjualan MN menggunakan seujung jari kelingking pijer. Pijer ini dicampurkan ke dalam adonan otak-otaknya agar kenyal. “Saya campur (pijer) dikit banget agar kenyal aja, seujung jari kelingkinglah,” ujarnya.(wid)