Apalagi berdasarkan Data Indonesia Renal Registry menunjukkan ada peningkatan pasien HD baru yaitu 21.000. (2015).
Gap antara pasien yang menjalani terapi dengan jumlah PTGA masih sangat lebar, artinya banyak pasien yang belum terlayani.
Pasian PGTA yang menjalani terapi CAPD pun tidak meningkat banyak hanya ada kenaikan 400 dari tahun 2012, dari 1200 menjadi 1600.
Secara umum hanya kurang dari 3% dibandingkan hemodialisis yg mencapai lebih 97%, meskipun saat ini pelayanan CAPD sudah terintegrasi dengan HD artinya pusat yang melayani HD umumnya bisa juga melayani CAPD.
Dr Atma Gunawan Konsultan Ginjal Hipertensi dari Malang CAPD Center membagikan pengalamannya, di mana hampir semua pasien PGK yang datang, 95% harus langsung jatuh ke mesin hemodialisa, sebagian besar harus melakukannya 2 kali seminggu bahkan 3 kali seminggu. Karena memulainya terlambat, maka angka harapan hidup selama 1 tahun rendah, hanya 50%.
Kondisi ini menurut Atma, menjadi pertimbangan bahwa sudah saatnya pasien PGK mulai beralih ke CAPD.
Di Malang CAPD Center, saat ini menangani 290 pasien CAPD, atau mencapai 34% dari seluruh pasien. Pelaksanaan CAPD bukan tanpa kendala.
Misalnya, sebagian besar peserta CAPD adalah memiliki kriteria yang memerlukan cairan dialisis khusus yang lebih mahal sehingga akhirnya banyak yang drop out.
"Berdasarkan analisis kematian, CAPD lebih baik dibandingkan HD dalam menurunkan angka kematian yaitu hampir dua kali lipat. Hal ini akibat kualitas hidup hidup pasien yang menjalani CAPD jauh lebih baik," kata Atma.
CAPD akan lebih efektif jika dimulai sejak awal. Artinya pasien tidak perlu menjalani hemodialisis terlebih dahulu selama bertahun-tahun, baru beralih ke CAPD.
Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, melakukan studi perbandingan efektivitas harga antara metode cuci darah (HD) dan cuci darah lewat perut (CAPD).
Ketua studi, Prof. Hasbullah Thabrany, menjelaskan, studi dilakukan pada 3 rumah sakit di Jakarta dan Bandung melibatkan 120 pasien gagal ginjal stadium akhir.
Hasil penelitian menunjukkan, biaya yang dikeluarkan untuk cuci darah per tahun mencapai hampir Rp 115,5 juta per orang.
Sedangkan jika menjalani cuci darah lewat perut, menghabiskan sedikit lebih banyak yaitu 130,7 juta namun kualitas hidup pasien yang menjalani cuci darah melakui perut jauh lebih baik.