News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sempat Dikira Amandel, Bocah Asal Kendal Jawa Tengah Meninggal Karena Difteri

Editor: Samuel Febrianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suntikan.

TRIBUNNEWS.COM, KENDAL - Nyawa Mohamad Rindarta Nugraha, bocah asal Kendal Jawa Tengah tidak tertolong akibat terjangkit difteri.

Dilansir Kompas TV pada Jumat (15/12/2017), Rindarta awalnya mengeluh tenggorokannya sakit untuk menelan makanan.

Kedua orangtuanya pun membawanya ke dokter dekat rumah dan korban didiagnosis menderita amandel.

Baca: Semua Negara OKI Sepakat Dengan Usulan Indonesia Soal Palestina

Karena kondisi anaknya terus memburuk malam harinya mereka ke Rumah Sakit Karyadi Semarang. 
Didiagnosa terjangkit difteri Mohamad Rindarta meninggal dunia pada Rabu (13/12) pagi.

Mengetahui hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kendal, Sri Mulyani menghimbau warga untuk menjaga kesehatan lingkungan.

Tak hanya itu, ia juga meminta warga untuk mengimunisasi anak-anak mereka guna pencegahan penyebaran wabah difteri.

Dinkes Kendal melakukan imunisasi kepada anak-anak di Desa Sambongsari.

Warga berbondong-bondong membawa anak-anak mereka untuk mendapatkan imunisasi DPT di balai desa setempat.

Hal tersebut baru pertama kali dilakukan, menyusul adanya kasus anak yang meninggal akibat terjangkit difteri ini.

Selain difteri, anak-anak juga mendapat imunisasi pertusis dan tetanus.

Seperti diberitakan sebelumnya, jumlah warga yang terjangkit difteri terus melonjak di sejumlah daerah.

Hingga Rabu (13/12) siang tercatat 45 pasien terduga difteri yang dirawat yang berasal dari wilayah Jabodetabek.

Dari 45 pasien terduga pengidap difteri yang dirawat di RSPI Sulianti Saroso 33 diantaranya anak-anak sementara 12 lainnya dewasa.

Pasien difteri juga semakin meningkat di Karawang Jawa Barat.

Baca: Seraya Nikmati Ikan, Sayur Bunga Pepaya dan Nasi Merah, Kami Bicara Kesejahteraan Prajurit TNI

Hingga kini, 24 orang dinyatakan positif mengidap difteri, 5 diantaranya saat ini masih menjalani perawatan intensif.

Sementara itu di Serang, Banten, empat pasien pengidap difteri masih dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Drajat Prawiranegara.

Pasien yang dirawat tersebut berusia sekitar 10 hingga 18 tahun.

Sebelumnya, seorang bocah di Tangerang dinyatakan meninggal akibat penyakit difteri.

"Ada satu orang yang meninggal dunia karena penyakit difteri. Pasien yang meninggal atas nama Rustam berusia 6 tahun," kata Staf Humas RSUD Kabupaten Tangerang, Lilik, kepada Warta Kota (Tribunnews.com Network), Kamis (7/12/2017).

Baca: Bukan Pengabdi Setan atau Setnov tapi Inilah yang Paling Dicari Netizen Indonesia di Google

Menurutnya, hingga Kamis (7/12/2017), RSUD Kabupaten Tangerang sudah menampung sebanyak 34 pasien yang terjangkit difteri sejak medio Agustus lalu.

Sebelumnya juga ada pasien difteri berusia 77 tahun yang meninggal dunia.

Sementara itu, di Jawa Timur, wabah difteri juga telah menjangkit sejumlah wilayah, seperti Nganjuk, Malang, dan Pasuruan.

Menurut Direktur Surveilens dan Karantina Kesehatan Kemenkes Jane Supardi, difteri sudah sejak 2009 ditemukan penderitanya di Indonesia.

Menurut Jane, wabah difteri semakin banyak menjangkit anak-anak karena jumlah anak yang tidak di imunisasi meningkat, dari tahun 2009 hingga 2017.

Baca: AM Fatwa Wafat, Anies Baswedan: Pak Fatwa Selalu Bersemangat Muda hingga Akhir Hayatnya

Jane menambahkan sesuai SOP, jika ada satu saja kasus difteri, maka suatu daerah harus masuk kategori KLB.

Untuk menanggulangi, pihak Dinkes setempat wajib memberikan ulang vaksin difteri kepada seluruh penduduk.

Di sisi lain, pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Sumaryati menyatakan, difteri tidak akan terjadi jika seluruh masyarakat berhasil divaksin.

Kenyataannya, di lapangan, universal coverage immunization (UCI) seringkali tidak mencapai target.

Sumaryati melihat, difteri ada seiring dengan munculnya gerakan antiimunisasi.

Menurutnya, jika 80 persen saja masyarakat divaksin, seharusnya penularan difteri tidak terjadi.

Pihak dinas kesehatan, melalui puskesmas, sudah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya imunisasi, seperti dengan program Germas (gerakan masyarakat) hingga door to door ke rumah-rumah warga.

Akan tetapi, program tersebut menurut Sumaryati masih belum maksimal, karena sumber daya manusia (SDM) di puskemas terbatas, terlebih setelah puskesmas melayani BPJS.

Sehingga dokter atau petugas puskesmas yang door to door ke rumah warga belum semuanya ada di berbagai wilayah, meski sudah ada iklan di TV.

Sumaryati menyoroti penyebab utama penularan difteri pada anak-anak adalah kurang pahamnya masyarakat, sehingga muncul gerakan antiimunisasi.

Ditambah tokoh-tokoh masyarakat yang mengatakan tidak perlu imunisasi anak, yang membuat banyak masyarakat ragu.

Menyikapi hal tersebut, Dinas Kesehatan mengaku sudah meminta bantuan dari MUI, lantaran antiimunisasi mencul karena faktor agama.

Meski demikian, Jane Soepardi mengaku belum ada perubahan signifikan dari masyarakat.

Menurut Jane, bahkan pernah ada satu sekolah dan satu pesantren yang menolak imuninasi, yang artinya ratusan anak bisa dengan mudah terjangit difteri dan penyakit lainnya.

Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jose Rizal Latief Batubara menjelaskan difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae yang menular dan berbahaya.

Penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lantaran sumbatan saluran nafas atas a toksinnya yang bersifat patogen, menimbulkan komplikasi miokarditis (peradangan pada lapisan dinding jantung bagian tengah), gagal ginjal, gagal napas dan gagal sirkulasi.

"Difteri itu gejalanya radang saluran nafas, ada selaput putih dan gampang berdarah, dan toksinnya itu yang bahaya, bikin kelainan jantung, meninggal," katanya.

Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC, munculnya pseudomembran atau selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck.

Adakalanya disertai sesak napas dan suara mengorok. (*)
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini