News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sudah Dilakukan Turun Temurun, Praktek Sunat Perempuan Masih Menjadi Kontroversi

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Sunat perempuan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seperti sunat laki-laki, praktek sunat perempuan, tetap saja menjadi sebuah kontroversi.

Salah satu sisi disarankan, satu sisi tidak dianjurkan karena dianggap menciderai bagian organ intim wanita dalam hal ini vulva (genitalia eksterna wanita).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan sunat perempuan/ female circumcision sebagai sebuah prosedur yang mencakup eksisi suatu bagian genitalia ekterna wanita tanpa indikasi medis.

Praktek sunat perempuan telah banyak dilakukan di beberapa negara Afrika, seperti Cameroon, Congo, Ethiopia, Gambia, Ghana, Kenya, Mali, Nigeria, Somalia, Sudan, Uganda dan Zambia.

Praktek ini juga dilakukan di Yemen, Oman, Iraq, Palestine, Israel, Egypt dan Arab.

“Sementara di Asia dilakukan di Indonesia, India, Malaysia, Pakistan dan Sri Lanka. Serta masih banyak lagi negara-negara di dunia,” ujar dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, Pendiri Rumah Sunat dr. Mahdian atau yang dahulu dikenal Rumah Sunatan di Jakarta, Rabu (25/4/2018).

Dari beberapa literatur yang dikumpulkan terkait tindakan sunat perempuan ini, motifasi masing-masing orang sangat berbeda.

Salah satu pendapat mengatakan sunat perempuan dilakukan untuk mengkontrol gairah seksual seorang perempuan usia muda, yang selanjutnya menjaganya untuk tetap dalam keadaan virgin hingga menikah.

"Satu sisi sunat perempuan dilakukan untuk mempermudah wanita mencapai orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya,' kata Mahdian.

Di Indonesia, praktek sunat perempuan sudah dilakukan secara turun termurun terutama di kalangan umat muslim.

Baca: Trauma Saluran Kencing Anaknya Sempat Mampet, Zaskia Mecca Sunat Bayi Bhre Saat Usianya Masih 3 Hari

"Namun kemudian tidak lagi terdengar di awal tahun 2000, karena dikaitkan dengan sulitnya mencari tenaga medis professional yang mampu melakukan tindakan ini," kata ,” ujar Anhari Sultoni SH, MH.

Berbeda dengan tindakan Female Genital Mutilation (FGM) yang menghilangkan secara total atau sebagian dari organ genitalia eksterna wanita.

"Sunat perempuan dilakukan dengan cara menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa sedikitpun melukai klitoris,” jelas dr. Valleria, SpOG.

Perlakuan tudung (hoods) klitoris, mirip dengan tindakan hoodectomy yang jamak dilakukan dokter spesialis bedah di Dunia, namun dengan indikasi medis.

Secara teknis, penorehan tudung klitoris dilakukan menggunakan needle khusus karena umumnya dilakukan pada usia kurang dari 5 tahun, dengan anatomi tudung klitoris yang masih sangat tipis dan belum banyak dilalui pembuluh darah serta saraf.

Tindakan ini sangat minim pendarahan dan rasa sakit dan penorehan tudung klitoris selanjutnya membuat klitoris “lebih terbuka” pada usia dewasa terkait perkembangan organ termasuk didalamnya vagina.

"Disisi lain kebersihan vagina terutama sekitar klitoris menjadi lebih terjaga dan terhindar dari bau yang tidak sedap," katanya.

Clitoral hoods (tudung klitoris) terbentuk secara genetik, tiap-tiap perempuan memiliki lebar dan tebal yang berbeda.

Seiring bertambahnya usia, kelemahan atau elastisitas tudung kritoris menurun sehingga tidak sedap dipandang pasangan.

Dalam beberapa kasus, kondisi ini bahkan membuat respon atau sensasi seksual menjadi terganggu.

Dilain pihak seorang dokter asal London – Inggris, dr. Jacobson, mengatakan pada wanita yang memiliki masalah untuk mendapatkan kepuasan seksual/ orgasme saat berhubungan intim dengan pasangannya.

Bisa jadi disebabkan tudung klitoris  yang terlalu tebal, besar sehingga menutupi klitoris. Hal ini selanjutnya mengurangi rangsangan yang diterima klitoris selama melakukan aktivitas seksual.

Dengan dilakuannya hoodectomy, klitoris menjadi terbuka yang selanjutnya meningkatkan rangsangan seksual yang didapatkan seorang wanita untuk mencapai orgasme secara lebih mudah.

Di Afrika, sunat perempuan yang dilakukan merupakan tipe 1 dan 2 kriteria Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga menyebabkan sunat perempuan identik dengan pemotongan klitoris pada wanita.

Baca: Rumahnya Tertimpa Longsor, Warga Purbalingga Ini Batalkan Pesta Pernikahan dan Sunatan

Secara anatomi pemotongan klitoris ini selanjutnya menyebabkan respon seksual wanita menjadi turun, dan memang tidak seharusnya dilakukan.

Sunat wanita yang ada di masyarakat Indonesia dan Asia umumnya dilakukan dengan cara menoreh clitroral hood (tudung klitoris) atau ada juga yang memotongnya.

Wanita yang terbuka klitorisnya, akan lebih mudah mencapai orgasme dibandingkan wanita yang tidak.

Dalam penelitian yang di lakukan di Ingris, wanita yang memiliki klitoris terbuka, dengan tindakan hodectomy memiliki tingkat kepuasan seksual yang lebih tinggi mencapai 97,2 persen dibadingkan yang tidak.

Klitoris dan penis memiliki kesamaan karena keduanya berperan penting dalam menentukan gairah seksual seseorang. Saat wanita dirangsang secara seksual klitoris menjadi lebih tegak dan membesar, kondisi ini mirip dengan penis pada pria.

Tudung klitoris berfungsi melindung kepala klitoris.

Fungsi dari tudung klitoris adalah melindungi klitoris yang sensitif dari iritasi, dan cidera dan juga mencegah stimulasi berlebih pada situasi non seksual.

Ukuran penutup klitoris sangat beragam, dari yang kecil hingga besar.

Pada mereka kelompok indiviu dengan penutup klitoris yang besar, menjadikan kepala klitoris tidak bisa terlihat atau terpapar.

Dari beberapa kepusatakaan yang ada ini dikaitkan dengan hormon tertentu atau gen tertentu. Tudung klitoris yang besar, akan menghambat gairah dan rangsang seksual sehingga membuat wanita sulit mencapai orgasme.

Seperti sunat perempuan yang menjadikan klitoris sedikit terbuka, hoodectomy merupakan tindakan medis yang tidak membutuhkan rawat inap, dan hanya membutuhkan anastesi lokal. Tindakan ini hanya dilakukan dalam waktu 15 – 30 menit.

Baik tindakan sunat perempuan maupun hoodectomy terbukti tidak menimbulkan kerusakan saraf disekitar klitoris, jika dilakukan oleh tenaga profesional. Paska tindakan hoodectomy pasien mungkin mengalami sedikit pembengkakan namun akan kembali normal setelah beberapa hari.

Komplikasi paska tindakan yang dapat terjadi paska tindakan sunat perempuan maupun hoodectomy seperti infeksi dan pembengkakan.

“Namun dapat diminimalisir tenaga medis dengan pemberian obat-obatan dan tindakan aspesis,”  kata Valleria.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini