TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sudah empat belas hari Arjuna Arya Atarahman (Arya) terbaring koma di ruangan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Alat bantu pernapasan dan alat medis lainnya pun terpaksa harus menempel di tubuh mungil bocah berusia enam tahun itu.
Apit Sopian (34), ayah Arya, mengatakan, anak semata wayangnya menderita penyakit langka, yaitu Guillain Barre Syndrome atau penyakit GBS.
GBS adalah gangguan di mana sistem kekebalan tubuh menyerang saraf.
Kondisi ini dapat membuat saraf meradang yang mengakibatkan kelumpuhan atau kelemahan otot.
Baca: Arya, si Bocah Aktif yang Koma Belasan Hari karena Terserang Penyakit GBS, Ini Fakta-faktanya
"Saya baru dengar nama penyakitnya. Yaitu GBS. Katanya penyakit langka," ujarnya saat ditemui Tribun Jabar di RSHS, Jalan Pasteur, Kota Bandung, Selasa (3/7/2018).
Apit tampak duduk setia menunggu bersama istrinya atau ibu Arya, Yani Suryani (30), di kursi tunggu yang tak jauh dari ruang PICU.
Saat berbincang, sesekali dia mencoba melempar senyum seolah sedang menyembunyikan kesedihan yang begitu mendalam.
Ketika bercerita, tak jarang Apit dan Yani saling bertatapan.
"Jadi Arya itu sudah dari 8 Juni 2018 masuk RSHS. Saat itu, kondisinya memang sudah mengalami kelumpuhan. Hanya mata dan gerakan anggukan saja yang ada. Saat masuk, bahkan sudah memakai alat bantu pernapasan," kata Yani.
Setelah masuk instalasi gawat darurat, Arya langsung masuk ke PICU.
Kondisinya pun makin hari makin memburuk.
"Pada 20 Juni akhirnya Arya koma. Hingga hari ini sekarang masih koma," kata Apit dengan nada suara pelan.
Berbagai upaya sudah dilakukan pihak RSHS.
Bahkan, Yani mengatakan, anaknya sudah lima kali menjalani pengobatan plasmapheresis.
"Biasanya setelah dua kali pengobatan plasmapheresis ada perkembangan ke arah yang lebih baik. Tapi ini masih koma," ujarnya.
Yani pun mengatakan, anaknya menderita GBS yang digolongkan berat.
Informasi mengenai penyakit itu dia dapatkan dari dokter yang menangani Arya.
"Setelah dua kali cek cairan tulang belakang, anak saya positif GBS. Katanya GBS-nya berat. Anak saya harusnya juga sudah CT-scan, tapi ditunda karena kondisinya belum memungkinkan," kata Apit.
Saat ini, Yani dan Apit yang tinggal di Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, sedang mengalami kendala biaya selama di rumah sakit.
Apit mengatakan, jika ditotalkan dari hari pertama masuk hingga saat ini, dia harus membayar lebih dari Rp 100 juta untuk pengobatan anaknya, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 25 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.
Padahal, Apit sehari-hari hanya bekerja sebagai guru honorer di satu SMP di Bandung dan Yani adalah seorang ibu rumah tangga.
Karena tak memiliki uang untuk membiayai pengobatan anaknya, dia pun sudah membuka donasi melalui laman Kitabisa.com di https://kitabisa.com/aryamelawangbs.
(Tribun Jabar, Yongky Yulius)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Bocah Ini Sudah 14 Hari Koma di RSHS Bandung, Mengidap Penyakit Langka, Syarafnya Meradang,