TRIBUNNEWS.COM - Suasana di Instalasi Rehabilitasi Medik sejumlah rumah sakit milik pemerintah di Sumatera Utara terpantau lengang.
Jumlah pasien bisa dihitung jari. Penurunan jumlah pasien disebabkan aturan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Terhitung sejak 21 Juli 2018, BPJS Kesehaan mengeluarkan dan memberlakukan aturan baru terkait pelayanan katarak, persalinan ibu dengan bayi lahir sehat dan rehabilitasi medik.
Untuk katarak, BPJS Kesehatan hanya mau membiayai pasien dengan gangguan penglihatan berkategori sedang.
Jika gangguan penglihatan masih digolongkan ringan, operasi tak ditanggung BPJS.
Perubahan layanan juga diberlakukan untuk persalinan ibu dengan bayi lahir sehat, di mana hanya biaya kesehatan ibu yang dijamin.
Tidak bagi anak, termasuk di dalamnya biaya dokter anak.
Sedangkan untuk layanan rehabilitasi medik, fisioterapi dibatasi hanya dua kali sepekan.
Itupun dengan catatan rumah sakit mesti memiliki spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (SpKFR). Jika tidak, rumah sakit tidak bisa mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan.
RSUP Haji Adam Malik, lantaran masih memiliki dokter spesialis, aturan baru belum penuh diberlakukan. Rumah sakit ini, sebagaimana RSU Dr Pirngadi, masih melayani pasien BPJS.
Fitriani, orangtua pasien bernama Fahri, mengatakan sudah mendengar perihal aturan baru ini dan merasa khawatir.
Fahri mengalami gangguan saraf yang membuatnya tidak bisa berjalan.
Baca: Komisi IX Temukan Pasien BPJS Beli Obat Sendiri
"Selama ini kami terapi dalam sepekan tiga kali. Walau belum sembuh, kondisi kesehatannya sudah ada kemajuan. Belakangan ada kabar bahwa mulai tanggal 1 September nanti BPJS Kesehatan membatasi jadwal berobat jadi satu pekan dua kali," katanya.
Fitriani benar-benar cemas jika penarikan fasilitas rehabilitasi medik yang dilakukan BPJS Kesehatan telah diberlakukan penuh.