Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perempuan dewasa memiliki tugas yang sangat banyak dalam menjalani rutinitasnya, selain menjadi seorang istri dan ibu, mereka juga terkadang harus membantu menopang biaya hidup keluarga.
Bahkan ada sebagian diantara mereka yang memiliki nasib kurang baik, yakni menderita penyakit tertentu, termasuk kanker.
Para perempuan penderita kanker tidak jarang menghadapi permasalahan mengenai hak pasien yang tidak terpenuhi.
Dalam acara seminar bertajuk 'Pentingnya Perlindungan Hak Pasien Kanker Perempuan atas Akses Pelayanan Kesehatan Berkualitas di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)', Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan (A2KPI) pun menyoroti kasus itu.
Perwakilan A2KPI Nurlina Subair mengatakan bahwa para perempuan Indonesia menghadapi masalah hidup yang tidak mudah, terutama bagi mereka yang menderita penyakit berat seperti kanker.
"Sebagai 'tiang negara', beban perempuan dengan kanker tidaklah ringan," ujar Nurlina, dalam seminar yang digelar di Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan, Kamis (8/11/2018).
Menurutnya, perempuan penderita kanker tidak hanya harus fokus pada kehidupan keluarganya, namun mereka juga harus memperhatikan kesehatannya sendiri dan berburu waktu dalam pengobatan karena penyakit yang dideritanya bukan termasuk kategori ringan.
"Selain tetap harus menjalankan perannya sebagai seorang perempuan, mereka juga harus bergulat dengan penyakitnya," jelas Nurlina.
Para perempuan penderita kanker, kata Nurlina, sering menghadapi akses yang sulit untuk memperoleh informasi mengenai penyakit yang dideritanya.
Mulai dari informasi mengenai tahapan perkembangan penyakit hingga bagaimana cara untuk mendeteksi secara dini maupun mengobati kanker yang terlanjur memasuki tahapan lanjut.
"(Para perempuan penderita kanker) seringkali minim akses terhadap informasi yang benar tentang kanker yang dideritanya," kata Nurlina.(*)
Dalam acara yang dibagi menjadi dua tahapan diskusi panel itu, hadir pula Dr Aru W Sudoyo, Dr Asik dari Kementerian Kesehatan RI, Drs Agusta Konsti Embly dari Kementerian Hukum dan HAM RI, Profesor Budi Hidayat dari Universitas Indonesia.
Kemudian Tengku Djumala Sari dan Dra Ardiyani dari Kementerian Kesehatan RI, drg Armansyah sebagai Kepala Bidang Evaluasi Ekonomi Pembiayaan Kesehatan serta Abdul Kadir yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Rumah Sakit Vertikal Indonesia (ARVI).