TRIBUNNEWS.COM - Setelah melahirkan, payudara ibu telah siap mengeluarkan Air Susu Ibu (ASI) untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Bagi beberapa ibu, ASI dapat langsung keluar beberapa jam setelah melahirkan. Namun, bagi beberapa ibu lainnya, ASI baru bisa keluar beberapa hari setelah melahirkan.
Bahkan tak jarang pula, ASI yang keluar sangat sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi.
Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpA(K) menjelaskan ASI memang sangat penting untuk kesehatan dan pertumbuhan perkembangan bayi.
Baca: Takaran Susu Formula untuk Bayi Sesuai Usia
Namun ketika ASI tidak keluar dan tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, sebaiknya ibu segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan jalan keluar yang terbaik.
"Tolong kita sama-sama pahami bahwa usaha memberikan ASI itu memang bagus tetapi jangan ekstrem dengan tidak ingin memberikan apapun selain ASI.
Ketika grafik pertumbuhan bayi sudah flat tanyakan ke dokter untuk intervensi.
Terlebih ketika bayi lahir prematur. Kita harus tetap memenuhi kebutuhan nutrisinya untuk mengejar ketinggalan bayi prematur," ujar Rina dalam acara peluncuran bukunya yang bertajuk 'ASI Untuk Bayi Prematur' di Bunga Rampai, Menteng, Jakarta, Rabu (28/11).
Biasanya, ada dua cara yang dapat dilakukan seorang ibu ketika ASI tidak keluar dan tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi.
Pertama menggunakan susu formula dan kedua menggunakan donor ASI.
"Biasanya semua kita kembalikan kepada pilihan orangtua. Apakah akan menggunakan susu formula atau donor ASI. Jadi terserah," ujar Rina.
Rina pun memberikan beberapa pertimbangan bila memilih susu fomula atau donor ASI.
"Susu formula biasanya memiliki berbagai rasa. Kalau susu formula yang diberikan rasanya vanila ya dari tetes pertama hingga tetes terakhir rasanya vanila.
Kalau ASI, rasanya akan berbeda tergantung sang ibu habis mengonsumsi apa. Kalau habis konsumsi jengkol ya rasa jengkol, habis konsumsi durian ya rasa durian. Jadi anak lebih banyak mengenal rasa," jelasnya.
Namun, penting untuk diingat bahwa ASI donor membawa sifat genetik dari pendonor.
"Kalau pendonor ternyata punya riwayat penyakit kanker, HIV, ya bisa jadi anak juga terkena penyakit yang sama. Karena ASI donor membawa sifat genetik dari pendonor. Jadi memiliki risiko transmisi infeksi.
Oleh karena itu, donor ASI tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi," tambahnya.
Ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mengurangi risiko transmisi infeksi donor ASI:
- Memiliki bayi berusia kurang dari 6 bulan
- Sehat dan tidak mempunyai kontra-indikasi menyusui.
- Produksi ASI sudah mencukupi kebutuhan bayinya dan mendonorkan ASI atas dasar produksi yang berlebih.
- Tidak menerima tranfusi darah atau transplantasi organ atau jaringan dalam 12 bulan terakhir.
- Tidak mengonsumsi obat, hormon, produk yang mempengaruhi bayi.
- Tidak ada riwayat penyakit menular.
- Tidak memiliki pasangan seksual yang berisiko terinfeksi penyakit menular, menggunalam narkoba, perokok, atau peminum alkohol.
- Harus menjalani screening yang meliputi tes HIV, human T-lymphotropic virus (HTLV), sifilis, hepatitis B, hepatitis C, dan sitomegalovirus yang dapat dilakukan setiap 3 bulan.(*)