TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nyeri leher adalah salah satu dari jenis nyeri tulang punggung yang paling mengganggu dan bisa membatasi mobilitas pengidapnya.
Banyak penyebab nyeri leher, salah satunya adalah karena servikal Herniated Nucleus Pulposus (HNP) atau saraf terjepit di area leher (servikal).
HNP memang bisa terjadi di seluruh bagian tulang belakang. Mulai lumbar (punggung bawah), thorakal hingga di servikal (tulang leher).
Di tujuh ruas tulang leher inilah seringkali penanganan HNP jadi lebih menantang karena lebih rapatnya posisi antar-ruas tulang belakang.
Perlu diketahui HNP adalah kondisi isi diskus atau bantalan antar-ruas tulang belakang bocor sehingga menekan saraf.
Diskus di tulang belakang terdiri dari 2 bagian yaitu; annulus fibrosus yang merupakan bagian luar yang keras dan nucleus pulposus bagian dalam bantalan sendi seperti jelly dikenal juga sebagai mucoprotein gel dengan komposisi utama berupa air, kolagen dan proteoglikan.
Diskus berperan sebagai penyerap kejutan atau shock absorber. Bersama dengan dua sendi kecil di belakang leher, diskus akan membantu manusia untik menggerakan lehernya. Bagian dalam inilah yang oleh satu atau berbagai sebab lain mengalami kebocoran.
Diagnosis HNP servikal ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, neurologis, radiologis seperti CT-scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Sebelum tindakan biasanya pasien akan diarahkan dulu untuk pengobatan dengan obat-obatan seperti nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), steroid dan tirah baring (bed rest).
Baca: Jasad Bayu Agnes Tergeletak dengan Luka di Leher, Ditemukan Sebilah Pisau di Dekatnya
Karena sulitnya menjangkau dan menangani herniasi disk servikal ini, selama bertahun-tahun para ahli medis mencoba untuk menemukan berbagai teknologi untuk penanganan kasus ini. Secara historis berbagai pembedahan untuk menangangi tulang leher dianggap berisiko tinggi dan biasanya membuat pasien harus dirawat berhari-hari.
Dalam dua dekade terakhir, teknologi penanganan HNP sevikal terus berkembang. Setelah teknik bedah terbuka tak lagi populer karena berbagai risikonya, muncul teknologi lain, yakni Anterior Cervical Discectomy and Fusion (ACDF) yang sampai saat ini masih dilakukan dokter di banyak belahan dunia termasuk Indonesia.
Sayangnya teknik ini memiliki beberapa komplikasi yang dapat terjadi. Seperti disfagia, hematoma, unilateral recurrent laryngeal nerve (RLN) palsy, kebocoran cairan serebrospinal (CSF), kebocoran esophagus, perburukan gejala radiculopathy, kegagalan pemasangan implant dan lain sebagainya.
ACDF dilakukan dengan membuat sayatan di tenggorokan untuk mencapai dan mengeluarkan diskus.
Cangkok dimasukkan untuk menyatukan tulang-tulang di atas dan di bawah diskus. Teknik ini dapat menjadi pilihan jika terapi fisik atau obat-obatan gagal untuk meredakan nyeri pada lengan yang disebabkan oleh terjepitnya saraf tulang leher.
Karena kebutuhan untuk mendapatkan hasil pembedahan yang lebih baik dan harapan pasien untuk bisa lebih cepat sembuh itu para ahi kesehatan dunia akhirnya menemukan teknik bedah terbaru yang disebut Percutaneous Endoscopy.