News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Iko Uwais Coba Merokok Tapi Langsung Tidak Suka Rasa dan Baunya

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Iko Uwais

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iko Uwais berpandangan, berhenti merokok adalah sebuah proses dan cara pikir atau mindset.

Aktor  Indonesia yang karirnya telah merambah Hollywood mengaku pernah sekali mencoba rokok, tapi langsung tidak suka dengan rasa dan baunya.

Selain itu, asap dan abu rokok juga mencemari lingkungan namun demikian lingkungan keluarga dan teman Iko kebanyakan justru perokok berat.

“Dua hal yang paling tidak saya sukai dari rokok adalah bau dan abunya. Belum lagi asap rokok mengandung berbagai zat kimia yang bukan hanya berbahaya bagi yang mengkonsumsi tapi juga orang di sekitarnya," kata Iko di Jakarta belum lama ini.

Pandangan Iko mengenai rokok ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keluarga dan orang terkasih dari bahaya rokok.

Orangtua dan masyarakat perlu sama-sama menyadari bahwa rokok juga berdampak buruk pada orang-orang disekitarnya, yaitu bukan perokok yang menghirup asap rokok (second hand smoke) dan bukan perokok yang menghidup residunya (third-hand smoke).

Karbon monoksida yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok yang dihirup oleh perokok aktif dan perokok pasif, sama bahayanya karena zat tersebut akan menurunkan kemampuan dan kapasitas sel darah untuk membawa oksigen, yang pada akhirnya akan merusak paru-paru, jantung, dan pembuluh darah.

Baca: Sosis dan Burger Disebut Membuat Ribuan Orang Meninggal, Lebih Parah Dibanding Rokok!

Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari M.Si., Ph.D. Guru Besar Promosi Kesehatan dan Kesehatan Masyarakat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, masyarakat yang tidak merokok namun terpapar asap rokok merupakan kelompok yang paling rentan.

"Bukan hanya dari asap rokok itu sendiri, tetapi juga dari residu yang tertinggal di rumah dan lingkungan mereka tinggal, yang mana kita sebut sebagai third-hand smoke,” katanya.

Riset dari Jacob dan peneliti lainnya dari Division of Clinical Pharmacology and Experimental Therapeutics, University of California pada tahun 2017 lebih jauh mendeskripsikan third-hand smoke (THS) sebagai racun dari rokok, yang dimana beberapa diantaranya berbahaya, yang menetap, bereaksi, terproduksi kembali, dan aktif kembali setelah sekian lama setelah aktivitas rokok berhenti.

Residu dari THS akan sangat mungkin diserap oleh berbagai permukaan dan debu di lingkungan rumah.

Berbagai cara alternatif sebagai proses berhenti merokok

Iko melihat banyak dari anggota keluarga dan orang terdekatnya yang ingin berhenti merokok namun mengalami banyak kendala.

Iko sadar bahwa untuk dapat sepenuhnya berhenti dibutuhkan proses dan kemauan yang kuat, layaknya ‘hijrah’.

Pada 2018, badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa di Indonesia, 30,4% perokok mencoba berhenti tetapi hanya 9,5% yang berhasil.

“Berubah adalah proses bertahap, dan semuanya membutuhkan proses. Untuk diet saja, kita tidak bisa langsung berhenti makan nasi secara tiba-tiba. Sukses bukanlah kebetulan. Jika kita tidak dapat berhenti merokok dengan berhenti tiba-tiba, coba cari berbagai macam alternatif untuk hijrah, dan kamu harus commit lakukan itu” ujar Iko.

Baca: Polisi Sosialisasi Larangan Merokok Bagi Pengendara Motor

Terdapat berbagai macam cara untuk berhenti merokok, mulai dari berhenti secara langsung maupun menggunakan terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy - NRT).

Cara pertama yakni langsung berhenti total, dianggap sangat sulit untuk beberapa perokok, karena mereka sering kali mereka mengalami withdrawal syndrome.

Sedangkan terapi NRT dapat mengurangi rasa ketergantungan dengan memberikan perokok nikotin yang kadarnya bisa di kontrol dan mengeliminasi racun-racun lain yang terkandung dalam rokok. Akan tetapi, kedua pendekatan berhenti merokok ini masih sangat jarang diadopsi di Indonesia.

Beberapa tahun belakangan organisasi kesehatan masyarakat di berbagai negara sedang mempelajari dan mendorong pendekatan berhenti merokok baru yang bernama Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) yang juga dikenal sebagai rokok elektrik.

Pendekatan ini diklaim dapat menjadi alternatif untuk berhenti merokok secara bertahap. Sama halnya dengan NRT, produk ENDS mengandung nikotin namun dengan dosis yang terkontrol.

Produk ini juga mengeliminasi berbagai macam bahan kimia beracun yang dihasilkan oleh proses pembakaran rokok.

Pada tahun 2015, Public Health England, organisasi dibawah Kementerian Kesehatan Inggris menyimpulkan bahwa rokok elektrik lebih rendah resiko kesehatannya hingga 95% dibandingkan rokok konvensional.

Ketika ditanya pendapatnya mengenai temuan ini, Iko mengatakan bahwa dia sangat mendukung perokok yang ingin beralih kepada rokok elektrik dengan harapan itu menjadi proses yang dapat membuat mereka berhenti sepenuhnya.

Pada awal tahun 2019, studi yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine juga menemukan bahwa rokok elektrik dua kali lebih efektif dibandingkan NRT dalam membantu perokok berhenti dari kebiasaan merokok.

Dalam riset yang berbeda pada bulan lalu, peer-reviewed study yang dilakukan oleh Centre of Substance Use Research (CSUR) dan dipublikasikan di Journal of Pulmonary and Respiratory Medicine, juga melaporkan bahwa total konsumsi rokok di antara perokok peserta studi tersebut berkurang sekitar 73%, dalam periode 3 bulan sejak mereka menggunakan ENDS.

Berbagai temuan ini semakin memperkuat klaim bahwa rokok elektrik dapat menjadi salah satu cara untuk membantu perokok berhenti dari kebiasaannya.

“Jika memang dengan rokok elektrik mereka dapat berhenti (merokok), itu adalah bagian dari proses yang mungkin bisa di pertimbangkan” tambah Iko.

Terapi NRT telah didorong Pemerintah sebagai salah satu pendekatan untuk membantu perokok berhenti.

Pendekatan ini juga telah digunakan dalam berbagai layanan Klinik Berhenti Merokok.

Meskipun begitu, efektivitas dari program ini masih sering diperdebatkan. Dengan berbagai riset terbaru yang telah ditemukan, Pemerintah dapat mempertimbangkan kembali dalam mendorong berbagai produk seperti ENDS sebagai cara efektif untuk program berhenti merokok.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini