News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perokok Aktif dan Perokok Pasif Memiliki Tingkat Risiko Kena Kanker yang Sama

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jumlah perokok yang besar berkontribusi pada rendahnya produktivitas pekerja Indonesia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merokok dapat merusak siapapun, hal ini terbukti dari fakta bahwa tidak hanya perokok aktif yang terekspos dari bahaya merokok.

Meskipun perokok aktif akan berisiko mendapatkan kanker 13 kali lipat dibandingkan non-perokok, perokok pasif (secondhand smoker) juga dalam risiko yang sama tingginya.

dr. Sita Laksmi Andarini, P.hD, Sp.P (K), dokter spesialis paru-paru Rumah Sakit MRCCC Siloam Hospital Semanggi mengatakan, perokok aktif akan menghirup asap rokok dalam saluran pernapasan mereka, akan tetapi di sisi lain perokok pasif menghirup sisa residu asap rokok.

"Bahkan dengan partikel yang lebih kecil dimana hal tersebut dapat langsung masuk pada pembuluh darah dan jaringan tubuh lainnya. Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit sistemik bagi para perokok pasif,” katanya di Jakarta baru-baru ini

Kencana Indrishwari adalah contoh perokok pasif.

Meskipun seumur hidupnya dia tidak pernah merokok tetapi dia menghabiskan waktu sehari-harinya dalam lingkungan perokok.

Kejadian yang tak dapat dilupakannya adalah saat dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan oksigen akibat batuk.

Baca: Pemerintah Harap Cukai Rp 2 Triliun dari Pengguna Rokok Elektrik

Namun, batuknya ini tak kunjung sembuh hingga pada tahun 2013 dokter menyatakan bahwa asap rokok telah berdampak pada jantungnya.

“Setelah 10 tahun terpapar dengan asap rokok, barulah saya sadar bahwa asap rokok merupakan penyebab dari seluruh masalah kesehatan saya,” jelas Kencana.

Sejak perawatannya saat itu, Kencana secara aktif berkampanye untuk perlindungan perokok pasif, terutama wanita, dengan membangun Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) dan Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), grup yang ada di belakang kampanye #MelawanRokok.

Tidak hanya bagi para second-hand smokers, fenomena terbaru yang ditemukan dari bahaya rokok tembakau adalah banyaknya bermunculan third-hand smoker yang terpapar dari gas beracun dan partikel-partikel lainnya yang tertinggal lama dari aktivititas rokok pada permukaan-permukaan tertentu seperti dinding rumah.

Studi yang dilakukan oleh Universitas San Diego pada tahun 2011 mengobservasi 25 rumah dari perokok yang lalu dihuni oleh penghuni non-perokok yang pindah ke rumah yang sama.

Baca: Jadi Takjil Andalan di Bulan Ramadhan, Contek 5 Resep Kreasi Kolak Ini! Wajib Dicoba!

Setelah tiga bulan menghuni, peneliti menemukan pada jari dari urin anak-anak para penghuni baru terdapat residu dari partikel asap rokok yang ternyata masih dapat terhirup walau sudah tidak ada aktivitas rokok di dalam rumah tersebut.

Pemimpin utama pada studi ini, dr. George Matt, mengomentari bahwa kita harus melindungi secondhand dan third hand smoker dari dampak buruk asap rokok bahkan jejak partikel yang ditinggalkannya melalui berbagai solusi.

Dia melanjutkan bahwa solusi terbaik adalah dengan berhenti merokok.

Namun, bila hal tersebut sulit untuk dilakukan, dia meminta semua pihak untuk dapat mencari cara lain untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan bagi non-perokok maupun lingkungan sekitar mereka tinggal.

Berhenti merokok merupakan proses yang sangat sulit, tetapi sangat penting ketika kita ingin melindungi kesehatan anak bangsa ini.

Baca: Ilmuwan Temukan Cara Menyenangkan Agar Bisa Berhenti Merokok, Sudah Terbukti Efektif

Berbagai langkah telah diambil oleh perokok individu, praktisi kesehatan, dan pemerintah untuk membantu perokok berhenti tetapi tampaknya tidak ada yang cukup efektif.

Sebagai alternatif, banyak penelitian telah mencari solusi untuk mengurangi jejak beracun dari asap rokok tembakau.

Para peneliti mulai mencari kemungkinan produk-produk alternatif yang dapat membantu perokok untuk berhenti serta mengurangi jejak beracun yang disebabkan oleh merokok, seperti rokok elektrik dan vape atau yang juga dikenal sebagai Electronic Nicotine Delivery Systems (ENDS).

Setidaknya sampai hal tersebut terjadi, penemuan-penemuan ini dapat memberikan bukti tambahan bagi Pemerintah untuk melihat ENDS sebagai solusi alternatif dalam mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas merokok.

Bagaimana Rokok Elektrik

Studi terbaru ‘A Randomized Trial of E-Cigarettes versus Nicotine-Replacement Therapy’ dari National Institute for Health Research (NIHR) Health Technology Assessment Programme yang dipimpin oleh Peter Hajek, Ph.D. telah menjadi perhatian banyak pengamat dan praktisi kesehatan dunia termasuk Dr. Robert H. Shmerling, MD dari Harvard Medical School yang mengulas studi ini dalam sebuah artikel di Harvard Health Publishing yang berjudul “Can vaping help you quit smoking?”

Dalam artikelnya, Shmerling menuturkan bahaya medis merokok dan membahas studi terbaru yang mengabsahkan kemanjuran rokok elektrik sebagai terapi berhenti merokok yang bahkan lebih efektif dari Nicotine-Replacement Therapy (NRT).

Dalam studi yang dipublikasikan pada Februari 2019 ini, para peneliti merekrut hampir 900 relawan yang ingin berhenti merokok dan secara acak meminta setengahnya untuk memilih rokok elektrik serta setengah lainnya secara acak menggunakan metode NRT seperti nikotin tempel dan permen karet nikotin.

Lebih dalam lagi, studi ini menemukan bahwa 18% relawan yang menggunakan rokok elektrik selama lebih dari 3 bulan telah berhasil menghentikan secara total kebiasaan merokok mereka dibandingkan dengan relawan pengguna NRT yang hanya mencapai 10%.

Selain itu, kelompok rokok elektrik memiliki penurunan yang drastis untuk masalah batuk dan darak dibandingkan kelompok NRT yang justru mencatat rasa mual lebih tinggi daripada kelompok rokok elektrik.

Temuan ini merupakan rangkaian studi lanjutan sebelumnya di tahun 2014 dan telah dipublikasikan oleh BMC Public Health, sebuah jurnal peer-review terkemuka bidang epidemiologi dan kesehatan masyarakat, yang melihat implikasi dari rokok elektrik dan menemukan bahwa paparan dari rokok elektrik berupa uap tidak berdampak negatif bagi orang disekitarnya.

Dalam studi tersebut juga ditemukan bahwa setelah lima hari, penanda biologis rokok telah berkurang sebesar 85,3% pada grup perokok yang telah berhenti sepenuhnya.

Tanda biologis ini tidak jauh berbeda dengan penanda biologis pada grup orang-orang yang menggunakan ENDS yaitu sebesar 85%.

Studi ini juga menyimpulkan bahwa hal ini setara dengan pengurangan relatif sebesar 99,6% di antara pengguna ENDS, dibandingkan dengan grup perokok.

Baca: 4 Cara Bersihkan Paru-paru Perokok Secara Alami

Kesimpulan ini membuat ENDS menjadi pilihan yang layak bagi para perokok untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas merokok yang sulit untuk dihentikan bagi banyak perokok.

Penelitian-penelitian semacam ini dapat memperkuat anggapan bahwa produk tembakau alternatif seperti ENDS sangatlah dibutuhkan, jika kita ingin melindungi perokok aktif maupun pasif dari bahaya merokok.

Pendekatan kesehatan masyarakat yang lebih terbuka terhadap teknologi dan inovasi baru sangatlah dibutuhkan untuk mengadopsi ENDS secara menyeluruh.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini