Selain itu juga ada elektrofisiologi, penyakit pembuluh darah, pencitraan kardiovaskular, intervensi, kardiologi pediatrik dan berinteraksi dengan kolega dari seluruh dunia.”
Penyakit Jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan penyebab nomor satu kematian di dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang, atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan masalah yang cukup menjadi perhatian dalam kongres AFCC tahun ini, karena merupakan kelainan pada struktur jantung yang dialami sejak lahir.
Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan juga Ketua Terpilih PERKI, dr Radityo Prakoso, SpJP(K), FIHA mengatakan, penyakit jantung bawaan (congenital heart disease,CHD) merupakan kelainan baik pada struktur maupun fungsi jantung yang didapat sejak masih berada dalam kandungan.
"Kelainan ini dapat terjadi pada dinding jantung, katup jantung, maupun pembuluh darah yang ada di dekat jantung. Akibatnya, dapat terjadi gangguan aliran darah di dalam tubuh pasien; misalnya terjadi sumbatan aliran darah, atau darah mengalir ke jalur yang tidak semestinya,” kata dia.
PJB merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan. Angka kejadian PJB di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus dari 135 juta kelahiran hidup setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut, sekitar 300.000 kasus dikategorikan PJB berat yang membutuhkan operasi kompleks agar dapat bertahan hidup.
Sementara di Indonesia, angka kejadian PJB diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup (9 : 1000 kelahiran hidup) setiap tahunnya.
Dewasa ini, seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kedokteran, khususnya dalam bidang intervensi kardiologi anak (interventional pediatric cardiology), sebagian anak penderita PJB tidak perlu lagi mengalami operasi atau pembedahan terbuka.
“Sejak dekade terakhir, metode pilihan utama untuk menangani kasus PJB tertentu adalah prosedur intervensi menggunakan kateter (transcatheter closure). Intervensi menggunakan kateter memiliki beberapa keuntungan di antaranya risiko/ komplikasi operasi yang relatif lebih rendah, masa rawat di rumah sakit dan waktu pemulihan yang lebih singkat, serta biaya yang lebih murah. Selain itu, waktu pengerjaan tindakan juga lebih singkat. Data prosedur intervensi dari 13 rumah sakit di Indonesia menunjukkan terdapat sekitar 4.912 prosedur intervensi yang dilakukan di Indonesia antara tahun 2013-2016.[4] Dari total tersebut, sekitar 29% (1.405 prosedur) dilakukan di RSPNJHK,4” ujar dr. Radityo Prakoso.
Beberapa PJB yang sering ditemukan, seperti PDA (patent ductus arteriosus), ASD (atrial septal defects), dan VSD (ventricular septal defects) dapat dikoreksi dengan menggunakan ‘perangkat’ berupa Coils atau Amplatzer Occluder.
Namun, tidak semua jenis CHD dapat diatasi dengan intervensi non-bedah. Pada jenis CHD yang kompleks, intervensi bedah akan diperlukan.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, yang juga Wakil Sekjen I PERKI dan Wakil Ketua AFCC,dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, SpJP(K), FIHA turut menjelaskan, PJB dapat dideteksi sejak dini, bahkan sejak masih berada dalam kandungan.