TRIBUNNEWS.COM - Sebuah studi akademis yang kontroversial kembali mengundang perdebatan tentang apakah daging merah dan daging olahan bisa menyebabkan kanker dan penyakit jantung atau tidak.
Para peneliti sendiri merekomendasikan masyarakat untuk tetap makan daging dalam jumlah yang sama.
Dipimpin oleh Universitas Dalhousie dan Universitas McMaster di Kanada dan diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine, temuan itu membuat para profesional kesehatan di seluruh dunia marah.
Baca: Kisah Pria Minta Bantuan Beli Obat Kanker Payudara Untuk Ibunya, Justru Dicurigai Penipu Karena Ini
Mereka memeringatkan bahwa laporan itu bisa menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat.
Temuan paling kontroversial - bahwa risiko makan daging merah ternyata minimal, dan bahwa bukti untuk membuktikan risiko itu nyata terlalu lemah -bertentangan dengan saran badan kesehatan di seluruh dunia, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Kami tak mengatakan tidak ada risiko. Kami mengatakan hanya ada bukti dengan kepastian rendah tentang pengurangan kanker yang sangat kecil dan konsekuensi kesehatan merugikan lainnya dari pengurangan konsumsi daging merah," kata salah satu peneliti, Associate Professor Bradley Johnston.
"Pilihan yang tepat untuk sebagian besar orang, tetapi tak semuanya, adalah melanjutkan konsumsi daging mereka."
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker dari WHO (IARC) menjadi berita utama global pada tahun 2015 ketika menemukan bahwa daging olahan adalah "karsinogen bagi manusia" dan bahwa mengkonsumsi daging merah "bisa jadi bersifat karsinogenik".
Temuan ini disusun oleh 14 peneliti di tujuh negara selama tiga tahun. Peneliti yang terlibat diperiksa untuk kemungkinan adanya konflik kepentingan, dan studi itu tak memiliki pendanaan eksternal.
Baca: Akibat Mengidap Penyakit Kanker Langka, Wanita Ini Kerap Disangka Sedang Hamil
Universitas McMaster mengatakan tim peneliti meninjau uji coba terkontrol secara acak dan studi pengamatan melihat dampak dari daging merah dan konsumsi daging olahan pada hasil kardiometabolik dan kanker.
"Dalam satu ulasan dari 12 percobaan terhadap 54.000 orang, para peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan atau penting secara statistik antara konsumsi daging dengan risiko penyakit jantung, diabetes atau kanker," sebut universitas itu.
Bertentangan dengan anjuran pola makan
Temuan baru ini bertentangan dengan pedoman gizi Australia, yang merekomendasikan warga Australia untuk makan setara dengan rata-rata sekitar tiga porsi daging merah tanpa lemak yang dimasak per minggunya (atau 455 gram).
Rekomendasi itu lebih rendah daripada yang dikonsumsi rata-rata orang Australia - yakni sekitar 560 gram - menurut data resmi terbaru dari tahun 2013.
Pedoman nutrisi Australia juga menyarankan pengurangan asupan daging olahan, yang bisa mengandung garam dan lemak jenuh berkadar tinggi.
Menurut lembaga Cancer Australia, "ada bukti yang meyakinkan bahwa konsumsi daging olahan dan daging merah meningkatkan risiko kanker kolorektal, dan ada juga bukti sugestif dari peningkatan risiko kanker esofagus, paru-paru, pankreas dan perut".
Dr Johnston mengatakan ia mengakui bahwa temuan studi itu bertentangan dengan konsensus ilmiah saat ini dan banyak pedoman gizi, tetapi tetap membela hasil tersebut.
"Ini bukan hanya studi lain tentang daging merah dan olahan, tetapi serangkaian studi sistematis berkualitas tinggi yang menghasilkan rekomendasi yang kami pikir jauh lebih transparan, kuat dan dapat diandalkan," katanya.
Namun, hal itu tak menghentikan Fakultas Kedokteran Universitas Harvard untuk melabeli laporan tersebut "tak bertanggung jawab dan tak etis" serta memeringatkan mereka karena telah mengirim pesan yang membingungkan kepada konsumen.
"Ini juga bisa merusak kredibilitas ilmu gizi dan mengikis kepercayaan publik dalam penelitian ilmiah," kata sekolah itu.
"Selain itu, studi tersebut bisa menyebabkan penyalahgunaan ulasan dan meta-analisis sistematis, yang pada akhirnya bisa mengakibatkan kebingungan lebih lanjut di antara masyarakat umum dan profesional kesehatan."
Beberapa komunitas ilmiah khawatir penelitian ini bisa digunakan ketika negara atau wilayah tertentu mengembangkan atau memperbarui pedoman nutrisi mereka, namun pejabat kesehatan Inggris telah mengesampingkan hal ini.
Profesor Clare Collins, direktur penelitian di Fakultas Ilmu Kesehatan di The University of Newcastle, mengatakan tidak mungkin temuan itu akan mendorong perubahan pada pedoman pola makan.
"Para penulis belum menunjukkan bukti bahwa pedoman diet nasional (Australia) perlu diperbarui. Kebiasaan makan yang buruk adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Laporan ini akan membingungkan publik," katanya.
"Ketika Anda membaca selain tajuk utama, semua makalah menunjukkan bahwa asupan yang lebih tinggi dari daging olahan dan merah dikaitkan dengan risiko lebih tinggi untuk semua penyebab kematian, penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan beberapa kanker."
"Anda harus mempertanyakan rekomendasi yang dibuat mengingat data yang disajikan di koran tidak mendukungnya."
Menariknya, para peneliti sendiri mengatakan temuan itu tidak mungkin mempengaruhi keputusan pemakan daging.
"Omnivora terikat pada daging dan tidak mau mengubah perilaku ini ketika dihadapkan dengan efek kesehatan yang berpotensi tidak diinginkan," kata para penulis.
Sektor ternak sambut baik temuan ini
Industri daging merah Australia, yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi sasaran utama para aktivis hak-hak hewan, menyambut baik temuan ini.
"Saya pikir bukti ilmiah yang mendukung yang menguraikan mengapa konsumsi daging merah - pasokan protein pokok bagi manusia selama ribuan tahun - sebenarnya baik untuk Anda [adalah positif]," ujar Don Mackay, ketua Dewan Penasihat Daging Merah.
"Tak diragukan lagi, ada banyak orang, individu, dan organisasi yang ingin mengurangi konsumsi daging merah."
"Jadi laporan ini mendukung industri kami dan memang demikian."