"Seperti suami saya, mantan suami saya dulu, sejak sebelum menikah, saya tahu dia memakai narkotika suntik dan begitu saya hamil keempat bulan, kami dinyatakan HIV," sambung Kiki.
Faktor lain yang membuat ibu rumah tangga rentan tertular HIV adalah kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL). Kelompok yang tidak semua anggotanya adalah homoseksual itu cenderung menutup diri soal orientasi seksualnya.
"Akhirnya banyak LSL yang menikahi perempuan untuk menyembunyikan status mereka sebagai LSL. Sayangnya, banyak sekali teman-teman LSL yang tidak mau membuka status," kata Kiki.
Itu menjadi penyebab begitu banyak ibu rumah tangga yang terkena HIV. Semua ini terjadi karena kelompok LSL menikah dan belum membuka status mereka ke istri.
"Sayangnya lagi teman-teman LSL ini belum buka status ke istri atau pasangan ternyata dia itu HIV positif atau mereka sendiri juga belum tahu kalau mereka HIV positif," ujar Kiki.
Untuk menanggulangi penyebaran HIV pada ibu rumah tangga, Pusat Penelitian HIV/AIDS Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya menjalankan program notifikasi pasangan. Dalam program ini setiap ibu hamil menjalani pemeriksaan HIV. Jika ibu tersebut positif, maka dia harus mengajak pasangannya untuk ikut menjalani tes.
Namun demikian, hasil pemeriksaan HIV bisa memberatkan ibu rumah tangga. Jika terbukti positif, dia harus berbicara kepada suami mengenai statusnya. Pembicaraan tersebut bisa berakibat merugikan bagi istri. Bisa jadi dia diceraikan, meski orang yang terkena HIV lebih dulu adalah suami.
"Jadi di panduan program itu ada bagaimana si perempuan membuka status HIV ke pasangannya. Kalau tidak dilaksanakan akan dimediasi. Kami juga akan bantu memberikan konseling," ujar Advocacy Officer Pusat Penelitian HIV/AIDS Unika Atma Jaya Iman Abdurrakhman kepada Tribun Network di Jakarta, Jumat (29/11/2019). (Tribun Network/Lusius Genik/Deodatus Pradipto)