TRIBUNNEWS.COM - Dokter dari RSUD Pandanaran Boyolali, dr. M. Fiarry Fikaris, menanggapi kasus kematian satu keluarga di Banyuwangi akibat mengonsumsi ikan buntal.
Fiarry mengatakan ikan buntal memang tak disarankan untuk dikonsumsi.
Pasalnya, Fiarry menyampaikan, ikan buntal mengandung racun tetrodoxin.
Racun tersebut bersifat 1.200 kali lebih beracun dari Sianida.
Bahkan, tidak ada zat yang mampu menjadi penawar racun ikan buntal.
Menurut Fiarry, terdapat sekitar 50 orang di Jepang yang dilarikan ke rumah sakit (RS) akibat keracunan ikan buntal.
Padahal, di negara tersebut, seorang chef yang mengolah masakan ikan buntal dibekali dengan aturan yang sangat ketat.
Baca: Satu Keluarga Tewas Setelah Makan Ikan Buntal, Dimasak Santan Dimakan Dua Hari Berturut-turut
"Di Jepang, negara yang terbanyak mengonsumsi ikan buntal, chef yang mengolah ikan tersebut harus melewati pelatihan minimal tiga tahun dengan standar yang amat tinggi," terang Fiarry pada Tribunnews.com, Rabu (11/3/2020) malam.
"Bahkan, dengan aturan chef yang ketat, tetap ada sekitar 50 orang tiap tahun yang dilarikan ke RS karena keracunan ikan buntal ini," sambungnya.
Oleh karena itu, Fiarry pun tak menyarankan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi ikan buntal.
"Maka untuk di Indonesia, saya tidak menyarankan untuk mengonsumsi ikan ini karena pengolahannya yang sangat sulit dan risikonya sangat tinggi," tutur Fiarry.
Fiarry mengatakan, organ dalam pada ikan buntal menjadi bagian yang paling banyak mengandung racun.
"Ikan buntal ini mengandung racun terutama di organ dalamnya, seperti liver, ovarium, mata, maupun kulit," terangnya.
Fiarry menuturkan, racun pada ikan buntal bekerja dengan cara memblokir kanal natrium pada tubuh.
Baca: Kronologi Satu Keluarga Tewas Setelah Makan Ikan Buntal, Hasil Pancingan lalu Dimasak Bumbu Santan