Kurangnya data telah menyebabkan ekspektasi naik-turun terhadap obat.
Dua studi di China pendaftarannya ditangguhkan sebagian karena tidak tersedia cukup banyak pasien.
Sebuah laporan baru-baru ini dari pasien yang sakit parah yang diberikan obat di bawah program khusus menimbulkan kegembiraan tapi juga keraguan.
Testimoni Seorang Pasien yang Diberi Remdesivir
Slawomir Michalak, seorang pekerja pabrik berusia 57 tahun dari pinggiran barat Chicago, termasuk di antara peserta dalam studi Chicago.
Salah satu putrinya mulai merasa sakit pada akhir Maret dan kemudian didiagnosis Covid-19 dengan gejala ringan.
Michalak, sebaliknya, mengalami demam tinggi dan melaporkan sesak napas dan sakit parah di punggungnya.
"Rasanya seperti ada seseorang meninju paru-paru saya," katanya kepada STAT.
Atas desakan istrinya, Michalak pergi ke rumah sakit Universitas Chicago Medicine pada hari Jumat, 3 April.
Demamnya melonjak hingga 40 derajat dan dia kesulitan untuk bernapas.
Di rumah sakit, dia diberi oksigen tambahan.
Dia juga setuju untuk berpartisipasi dalam uji klinis Covid-19 dari Gilead.
Infus remdesivir yang pertama adalah pada Sabtu, 4 April.
"Demam saya turun segera dan saya mulai merasa lebih baik," katanya.
Pada dosis kedua pada hari Minggu, Michalak mengatakan dia diberi bantuan oksigen.
Ia menerima dua infus remdesivir setiap hari dan akhirnya cukup stabil untuk dipulangkan dari rumah sakit pada hari Selasa, 7 April.
"Remdesivir adalah keajaiban," katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)